Kamis, 17 September 2009

DongSon dan Sa Huynh

Kita bahas sekilas tentang dua kebudayaan ini,DongSon dan Sa Huynh yang telah berpengaruh besar terhadap kebudayaan logam di Indonesia.Berbeda dengan yang di Eropa,India,dan China jaman perunggu dan besi tidak bisa dibedakan secara jelas di kepulauan Indo-Melayu.Oleh karena itu penggunaan istilah-istilah "perunggu" atau "logam" sama sekali tidak memiliki arti kronologis dan hanya mencerminkan suatu tataran tertentu dalam perkembangan kultural dari masing-masing populasi Asia Tenggara.Untuk menyederhanakan dan memberi ciri fase peralihan revolusi teknis ini,lebih tepat digunakan istilah kerajinan Paleometalik.Dari beberapa artefak yang telah diukur usianya,kelihatannya teknologi pengecoran logam yang pertama di Asia Tenggara dilakukan di Indo-China.Cara pengenalannya ke kepulauan Indo-Melayu tetap menjadi sebuah misteri.Meskipun ada korelasi antara difusi kerajinan,pengenalan teknik pertanian,dan anyam-anyaman yang baru.Pengenalan teknik pengecoran logam pastilah telah terjadi melalui pertukaran-pertukaran komersial.Ada dua teori terkait Asia Tenggara sebagai tempat kerajinan paleometalik:
1).Teori difusi kebudayaan DongSon dari Vietnam Utara dengan alasan hasil-hasil kerajinan perunggu yang paling awal yang diketemukan di Indo-Melayu umumnya bergaya DongSon.
2).Teori yang terkini berdasarkan penemuan artefak-artefak besi dan tembaga di Thailand Tengah.Semua artefak ini lebih tua dari barang-barang DongSon,oleh karena itu teori kedua meyakini difusi dari Thailand Tengah,apakah melalui Semenanjung Malaysia ataukah melalui wilayah-wilayah Sa Huynh,Vietnam Selatan.Kedua wilayah itu dihuni oleh komunitas Austronesia yang melakukan hubungan dengan para keturunan kebudayaan Ban Kao Thailand Tengah.Teori ini juga dikuatkan oleh adanya kenyataan bahwa kerajinan pecah belah yang serupa dengan barang-barang Sa Huynh telah diketemukan juga di Bali,bersama dengan kepala-kepala kapak serupa yang ditemukan dalam jumlah besar di situs Nil Kham Hend di Thailand Tengah(artefak ini berasal dari masa 700-500 SM).Namun barang-barang yang terbuat dari perunggu,seperti kuali-kuali dan benda seremonial lainnya justru mendapat pengaruh dari kebudayaan DongSon.Sebaliknya peralatan dari besi memiliki bentuk lokal yang sama sekali berbeda.Ini menyiratkan pengetahuan-pengetahuan industri lanjut menjalar begitu cepat di sepanjang kepulauan Indo-Melayu,tidak seperti perunggu,barang-barang dari besi diproduksi hanya untuk keperluan lokal,bukan untuk perdagangan.Artefak besi muncul pertama pada 700 SM di Thailand Tengah,sedangkan DongSon baru menggunakan besi pada 300 SM.

Kebudayaan DongSon

Kebudayaan ini muncul pertama kali pada 600 SM di Vietnam Utara.Kemunculan kerajinan perunggu yang di Vietnam tidak didahului dengan fase tembaga,kelihatannya telah terjadi secara bersamaan di Vietnam,Thailand Tengah dan Utara.Artefak-artefak awal di Vietnam Utara kebanyakan terdiri atas kapak lubang(socketed axes),mata tombak dan panah,pisau,belati,gelang dan lain-lain.Jumlahnya yang besar menunjukkan sebagian darinya pastilah diproduksi secara massal dalam bengkel-bengkel tertentu.Barang-barang yang dihasilkan awalnya terdiri dari campuran tembaga dan timah,dengan berjalannya waktu ditambahkan elemen lain semacam timah hitam.Perekonomian DongSon didasarkan atas hasil produksi padi secara ekstensif pada lahan-lahan yang beririgasi dengan bantuan bajak dan kerbau.Produksi pangan secara besar-besaran ini memungkinkan pertumbuhan penduduk yang meng-urban.Situs DongSon yang luasnya kira-kira 600 hektar telah ditemukan.Populasi Vietnam awal mungkin sudah sangat beradab,ini ditunjukkan dari situs-situs makamnya yang telah ada pembagian kelas sosial.Tahun 179-111 SM wilayah Tonkin,jantung ibukota DongSon menjadi bawahan/vassal Dinasti Zhao dari China.Awalnya kekuasaan daerah masih dipercayakan oleh penguasa lokal,namun dengan timbulnya pemberontakan oleh Trunk bersaudara pada tahun 43 M,membuat marah pemerintahan Dinasti Han Timur,yang akhirnya setelah dipadamkan pemberontakan itu,wilayah Tonkin dikuasai penuh menjadi salah satu propinsi China.Ini ditunjukkan dengan akumulasi difusi kebudayaan China di antara populasi Vietnam yang menimbulkan evolusi kebudayaan DongSon,sampai abad 3 M ditemukan artefak-artefak kombinasi gaya DongSon dan Dinasti Han.

Kebudayaan Sa Huynh

Para Imigran Austronesia telah bermukim di Vietnam Selatan kira-kira 1500 SM.Mereka mengembangkan sebuah kebudayaan yang biasa dinamai dengan nama desa dimana situs pertama ditemukan.Orang-orang Austronesia ini selama berabad-abad telah melakukan kontak budaya dengan Ban Kao dan DongSon.Teknik pertanian dan metalurgi yang berkembang di Thailand Tengah dan Vietnam Utara mempengaruhi kebudayaan mereka juga.Situs-situs Sa Huynh tersebar luas di sepanjang pantai Vietnam Selatan sampai pada delta sungai Mekong.Ada dua fakta yang pantas untuk dicatat terkait hubungan kultural Sa Huynh dengan para tetangga Indo-Chinanya:
1).Sangat sedikit artefak DongSon di situs-situs Sa Huynh.
2).Situs-situs ini lebih banyak menghadirkan artefak-artefak besi daripada perunggu.
Sebaliknya DongSon lebih banyak menghasilkan artefak-artefak perunggu daripada besi.Dari ini bisa disimpulkan orang-orang Sa Huynh mungkin lebih banyak hubungan komersial dengan komunitas Thailand Tengah daripada dengan orang-orang DongSon.Mengikuti pencaplokan Tonkin oleh dinasti Han,Vietnam Tengah sejenak berada di bawah kendali China.Wilayah-wilayah utara Vietnam yang telah takluk dijadikan salah satu propinsi bernama Rinan.Akhirnya pada tahun 192 M,terjadi pemberontakan,yang berhasil mendirikan sebuah pemerintahan Sa Huynh yang merdeka di sebelah selatan Rinan yang disebut sebagai Lin Yi oleh orang-orang China.Selama berjalannya waktu,Lin Yi mengembangkan pengaruhnya sampai ke arah selatan dan timur pantai-pantai Vietnam Tengah.Kebudayaan asli Sa Huynh bertahan hingga awal millenium pertama M,saat kemudian kebudayaan ini cenderung berkiblat ke India melalui pengaruh Funan dan kemudian dikenal sebagai Champa(Cham).
Jadi disini ada dua difusi kebudayaan paleometalik ke kepulauan Indo-Melayu: apakah itu berasal dari Vietnam Utara(DongSon) atau Thailand Tengah(melalui Sa Huynh).Karena pertukaran kultural dan komersial di kepulauan itu hanya bisa dilakukan melalui laut,dan karena tidak seperti orang-orang Austronesia,belum pernah ada bukti apapun bahwa orang-orang Viet adalah para pelaut ulung,maka kesimpulannya para pelaut Austronesia lah yang mungkin lebih berperan sebagia vektor/perantara bagi kerajinan-kerajinan baru itu.Hubungan-hubungan yang kelihatannya tidak erat antara Sa Huynh dan DongSon menimbulkan teori bahwa ada lebih banyak pertukaran antara komunitas Austronesia Sa Huynh dengan Thailand Tengah daripada dengan Vietnam Utara.Kelihatannya juga kerajinan paleometalik terdifusi dari Thailand Tengah,baik sepanjang pantai semenanjung Melayu ke Sumatera dan Jawa atau langsung dari pusat-pusat Sa Huynh melalui jaringan komersial Laut China Selatan.Sedangkan difusi barang-barang perunggu DongSon dimungkinkan melalui jalur perdagangan khusus.Barang-barang ini telah menjadi barang berstatus atau barang mewah,langka yang tidak sembarangan orang mampu memilikinya.Bagi para pemimpin Austronesia kepemilikan sebuah benda bernilai seni tinggi adalah pertanda yang nyata bagi status sosial mereka,dan itu diwakili oleh barang-barang kerajinan DongSon yang paling indah dan langka.Barang status DongSon yang paling terkenal adalah kuali-kuali perunggu.Kuali-kuali ini telah digolongkan menjadi 4 type menurut seorang ahli bernama Heger.Di Indonesia hanya type 1 yang diketemukan.Kesamaan mereka adalah mereka dicor secara kesatuan dengan menerapkan metode lilin hilang(lost wax method) dan menggunakan campuran logam tembaga,timah,dan timah hitam.Timah hitam digunakan untuk mengurangi titik didih dan memungkinkan pengecoran benda-benda logam yang lebih besar.Kuali-kuali itu dihiasi dengan figur/gambar berupa sosok-sosok manusia,binatang dan rumah dalam bentuk yang geometris.Teknik pengecoran sebuah kuali dalam satu kesatuan sangatlah sukar dan perlu berabad-abad bagi para pandai besi DongSon untuk mempelajari komposisi campuran logamnya.Teknik ini tidak pernah berkembang di kepulauan Indo-Melayu dan untuk menirunya,sebuah teknik baru dikembangkan di Bali dan Jawa Timur.Kuali-kuali yang dikembangkan berbeda dengan yang di DongSon dalam dua segi,kuali-kuali ini dicor dalam dua bagian dan mereka memiliki sebuah tympanum yang menonjol keluar.Yang mewakili ini adalah kuali 'bulan Pejeng' di Bali.Dampak material dan kultural dari difusi kerajinan Paleometalik di antara komunitas Austronesia menjadi semacam titik tinggal landas yang menimbulkan perubahan sosial yang mendalam dan menandai awal suatu transisi dari komunitas agrikultural yang cukup egalitarian menjadi masyarakat yang lebih berhirarki dan lebih urban.

Selasa, 15 September 2009

Kapak Corong





Kemajuan pola pikir manusia telah mengubah alat-alat kebutuhannya yang semula berasal dari batu dan tulang menjadi terbuat dari logam.Berbeda dengan batu,yang cukup dengan dipukul-pukul atau dipecah yang kemudian diasah baru akan didapatkan peralatan yang sesuai dengan kebutuhannya,namun untuk membuat peralatan dari logam membutuhkan teknik peleburan/pengecoran yang kemudian dilakukan teknik pencetakkan.Dikenal ada dua macam teknik cetak logam(perunggu) pada waktu itu,yaitu:
1).Teknik acire perdue atau cetakan lilin
Caranya ialah dengan membuat bentuk cetakan benda yang dikehendaki terlebih dahulu,yang terbuat dari lilin.Setelah membuat model dari lilin kemudian ditutup dengan lapisan tanah liat yang dilubangi di bagian atas dan bawah.Setelah itu dibakar,sehingga lilin yang terbungkus tanah akan mencair yang keluar melalui lubang bagian bawah.Selanjutnya cairan perunggu dimasukkan melalui lubang bagian atas,setelah pendinginan,maka cetakan itu akan pecah dan keluarlah benda yang dikehendaki.
2).Teknik bivalve atau setangkap
Caranya dengan membuat cetakan yang ditangkupkan dan dapat dibuka.Dimasukkan cairan perunggu,setelah dingin,tangkupnya dibuka,maka keluar bentuk yang dikehendaki.Cetakan ini terbuat dari batu/kayu.

Kebudayaan logam yang masuk di Indonesia berasal dari migrasi bangsa Deutro Melayu/Melayu Muda.Kebudayaan perunggu dan besi masuk secara bersamaan,sehingga sulit menentukan mana yang lebih dahulu masuk ke Indonesia.Kebudayaan perunggu pada jaman prasejarah yang terkenal adalah dari daerah DongSon,Vietnam Utara,sedangkan kebudayaan besi berasal dari Sa Huynh,Vietnam Selatan.Salah satu barang kerajinan perunggu yang terkenal adalah kapak corong.Pada dasarnya bentuk bagian tajamnya tidak jauh berbeda dengan kapak batu,hanya pada bagian tangkainya yang berbentuk corong.Corong ini sebagai tempat untuk tangkai kayu.Disebut juga sebagai kapak sepatu,karena diumpamakan kapaknya seperti sepatu,dan tangkai kayunya disamakan dengan kaki.Ada variasi bentuk dari kapak corong,yaitu candrasa,dimana salah satu sisi tajamnya memanjang,bentuknya sangat indah dan dilengkapi dengan hiasan.Candrasa ini diduga tidak berfungsi sebagai alat pertukangan atau pertanian,melainkan beralih fungsi sebagai alat perlengkapan upacara keagamaan dan tanda kebesaran penguasa.Daerah persebaran kapak corong ialah di Sumatera Selatan,Jawa,Bali,Sulawesi Tengah dan Selatan,pulau Selayar,serta Irian dekat danau Sentani.Selain kapak corong,ada juga arca-arca dari perunggu.Arca/patung ini berbentuk manusia atau binatang,ukurannya kecil-kecil dan memiliki cincin di bagian atasnya,kemungkinan dipakai sebagai alat penggantung.Sehingga tidak mustahil arca-arca ini digunakan sebagai liontin/bandul kalung.Daerah penemuan arca ini di daerah Bangkinang(Riau),Palembang(Sumsel),dan Limbangan(Bogor).Selain alat-alat yang terbuat dari perunggu,ada juga alat-alat yang terbuat dari besi,walaupun jumlahnya sedikit.Jenis barang yang terbuat dari besi diantaranya adalah kapak,sabit,pisau,cangkul,pedang,tongkat,dan tembilang.Daerah penemuannya ialah di Bogor,Wonosari,Ponorogo dan Besuki.

Kapak Persegi


























Nama kapak persegi diberikan oleh Van Hein Heldren atas dasar penampang lintangnya yang berbentuk persegi panjang atau trapesium,ada yang berukuran besar yang lazim disebut beliung persegi yang fungsinya sebagia cangkul/pacul,dan yang ukuran kecil disebut dengan tarah/tatah yang berfungsi sebagai alat pahat.Bahan bakunya selain dari batu biasa juga dari batu api/chalcedon.Kemungkinan yang terbuat dari batu chalcedon ini sebagai alat upacara suci,tanda kebesaran atau jimat.Daerah penyebaran asal kapak persegi ini dari jalur barat/Asia,yang menyebar ke pulau Sumatera,Jawa,Bali,Nusa Tenggara,Kalimantan,Sulawesi,dan Maluku.Sedang yang di Indonesia timur(jalur timur) menyebar kapak yang penampang melintangnya berbentuk lonjong,yang disebut dengan kapak lonjong.Bahan kapak lonjong dari batu kali berwarna kehitam-hitaman,bentuk keseluruhannya adalah bulat telur dengan ujungnya yang lancip sebagai tempat tangkainya,sedang ujung yang lainnya diasah sampai tajam,permukaannya halus merata.Yang berukuran besar disebut sebagai Walzenbeil,sedang yang kecil disebut dengan Kleinbeil.Fungsinya sama dengan kapak persegi.Daerah penyebarannya di Minahasa,Gerong,Leti,Seram,Tanimbar dan Irian.Dari Irian kapak lonjong ini akhirnya menyebar sampai ke kepulauan Melanesia,sehingga sering disebut dengan Neolithikum Papua.Selain kapak persegi dan lonjong juga terdapat barang-barang gerabah/belanga,perhiasan,dan pakaian.Gerabah pembuatannya masih sederhana,tidak dengan roda pemutar,hanya dengan tangan.Perhiasan terbuat dari batu-batu berwarna,permata,dan kerang.Pakaiannya terbuat dari kulit kayu.Manusia pendukung kebudayaan Neolithikum ini dari ras Proto Melayu.

Senin, 14 September 2009

Kapak Sumatera


Disebut dengan kapak Sumatera,karena kapak ini paling banyak ditemukan lokasinya di pesisir timur Sumatera yaitu antara Langsa dan Medan.Para arkeolog menyebutnya dengan pebble.Kapak ini diduga merupakan hasil kebudayaan jaman Mesolithikum,dimana manusia pada waktu itu sudah mulai hidup menetap,namun kadang juga masih berpindah-pindah atau semi nomaden.Mereka hidup menetap di gua-gua atau di pinggir pantai,sehingga disebut juga dengan abris sous roche atau Kjokkenmoddinger(sampah dapur).Abris sous roche adalah gua-gua yang digunakan sebagai tempat tinggal dan perlindungan dari cuaca dan binatang buas.Penelitian pertama dilakukan di gua Lawa di dekat Sampung,Ponorogo(Jawa Timur).Kebanyakan alat-alat yang ditemukan di gua Lawa itu adalah berasal dari tulang,tidak ditemukan adanya pebble atau hache courte sebagai inti dari kebudayaan mesolithikum,sehingga sering disebut dengan Sampung Bone Culture.Abris sous roche juga terdapat di gua Besuki,Bojonegoro(Jawa Timur),pulau Timor dan Rote,dan di gua Leang Patae,Lomoncong,Sulawesi Selatan yang pendukungnya adalah suku Toala yang sampai sekarang masih ada.Sedangkan sampah dapur ini merupakan tumpukan kerang dan siput yang telah membatu sampai setinggi 7 meter.Dan di sekitar kerang itu ditemukan kapak genggam yang sama sekali lain dengan kapak genggam di jaman Paleolithikum,yang dinamakan pebble atau Sumateralith(kapak Sumatera).Bentuk kapak ini lebih sempurna dan halus,bahannya dari batu kali yang dipecah-pecah.Selain pebble,ditemukan juga kapak pendek,setengah lingkaran,yang disebut dengan hache courte/kapak pendek.Kapak ini digunakan dengan cara digenggam.Disitu juga ditemukan batu pipisan/lumpang yang dipakai buat menghaluskan biji-bijian atau bahan cat berwarna merah.Fungsi cat merah mungkin buat upacara ritual atau ilmu sihir.Manusia yang hidup pada masa Mesolithikum itu jenis Homo sapiens dari ras papua melanosoide.Para peneliti kemudian mencari persebaran pebble dan kapak pendek sampai ke tempat asal mula ras Papua melanosoide di teluk Tonkin,Vietnam.Akhirnya ditemukan pusat pebble dan kapak pendek berasal dari Hoabinhian dan Bacsonian,Vietnam Utara,namun disitu tidak diketemukan adanya flakes,sedangkan di dalam abris sous roche banyak ditemukan flakes.Flakes justru banyak ditemukan di gua-gua pulau Luzon(Filipina),jadi kemungkinannya flakes masuk ke Indonesia melalui Formosa(Taiwan),Jepang,dan Filipina.

Minggu, 13 September 2009

Kapak Genggam








































Manusia purba di jaman paleolithikum,pada mulanya menggunakan batu sebagai alat yang dipakai buat menumbuk biji-bijian,membuat serat-serat dari pepohonan yang digunakan sebagai pakaian,membunuh binatang buruan atau sebagai senjata menyerang lawannya.Batu itu dibentuk juga sebagai senjata genggam yang mirip dengan kapak tetapi tidak bertangkai,yang kemudian sering disebut dengan kapak genggam,chopper(alat penetak),atau kapak perimbas.Pembuatan kapak genggam dengan cara memangkas salah satu sisi batu sampai menajam,dan membiarkan sisi yang lainnya apa adanya sebagai tempat memegang.Di Indonesia yang terkenal dengan kebudayaan paleolithikum ini banyak ditemukan di desa Ngandong dan Pacitan,Jawa Timur.Sehingga para ahli purbakala,sepakat membaginya ke dalam kebudayaan Ngandong dan Pacitan.Pada awalnya mayoritas kapak genggam ditemukan di permukaan bumi sehingga tidak diketahui pasti berasal dari lapisan tanah yang mana.Namun hasil penelitian terbaru pada tahun 1990-2000 di pegunungan seribu/sewu dengan cara penggalian/ekskavasi yang dilakukan oleh tim Indonesia-Perancis memastikan bahwa kapak genggam digunakan oleh manusia jenis Homo erectus.Kapak perimbas juga ditemukan di Jampang Kulon,Parigi(Jatim),Tambang Sawah,Lahat,Kali Anda(Sumatera),Awangbangkal(Kalimantan),Cabenge(Sulawesi),Sembiran dan Teruyan(Bali).Gambar paling atas adalah salah satu jenis kapak genggam dari daerah Teruyan,Bali.Di daerah Ngandong ditemukan juga alat-alat dari tulang yang bentuknya mirip belati dan ujung/mata tombak yang bergerigi pada sisi-sisinya.Adapun fungsinya untuk mengorek ubi atau keladi di dalam tanah serta buat menangkap ikan.Alat-alat dari tulang ini juga masuk kebudayaan paleolithikum dari Ngandong.Ada juga ditemukan alat-alat lain berupa serpihan-serpihan yang disebut dengan flakes,yang terbuat dari batu-batu biasa tetapi ada juga yang dari batu berwarna/caldeson.Berbeda dengan kapak genggam,flakes ini berukuran lebih kecil dan tajam,terutama terdapat di sekitar Sangiran,Pacitan,Gombong,Parigi,Jampang Kulon,Ngandong(Jawa),Lahat(Sumatera),Batturing(Sumbawa),Cabenge(Sulawesi),Wangka,Soa,Mangeruda(Flores).Contoh flakes bisa dilihat pada gambar paling bawah.Flakes ini berfungsi untuk menguliti hewan buruan,mengiris daging atau memotong umbi-umbian.Jadi fungsinya mirip dengan pisau sekarang.

Kamis, 10 September 2009

REKONSTRUKSI KERIS









Mari kita mencoba merekonstruksi evolusi keris dari gambar di atas ini.Jika kita menengok jauh ke belakang,ke jaman pra sejarah,disebut juga jaman nirleka,jaman belum adanya tulisan,dimana manusianya masih hidup berpindah-pindah,tergantung dengan alam sekitarnya,mengandalkan kemampuannya dalam berburu dan meramu,alat-alat yang digunakan masih menggunakan bahan dari batu,tulang,dan kayu.Oleh para ahli purbakala,jaman pra sejarah dibagi ke dalam beberapa periode berdasarkan ilmu geologi dan arkeologi.Ilmu geologi meninjau dari sudut lapisan-lapisan tanahnya,dimana tiap lapisan tanah mewakili periode tertentu,semakin ke bawah lapisan semakin tua umurnya.Pembagian jaman prasejarah menurut sudut pandang geologi adalah sebagai berikut:

Arkaekum

Jaman ini kira-kira berlangsung selama 2500 juta tahun,dimana kulit bumi masih panas sehingga tidak dimungkinkan adanya kehidupan.

Paleozoikum

Jaman ini berlangsung selama kira-kira 340 juta tahun,bahkan ada yang mengatakan 600 juta tahun,dan disebut juga dengan jaman primer,dimana sudah ada makhluk hidup yang pertama di bumi ini,berupa mikroorganisme,ikan,amfibi,reptil,dan binatang yang avertebrata.

Mesozoikum

Jaman ini berlangsung kira-kira selama 140 juta tahun,disebut jaman sekunder,atau jaman reptil karena kehidupan waktu itu didominasi oleh jenis reptil.

Neozoikum

Jaman ini dibagi menjadi jaman tersier dan kuartier.Jaman tersier berlangsung sekitar 60 juta tahun,binatang yang berkembang adalah mamalia/binatang menyusui.Jaman kuartier adalah yang terpenting karena jaman ini dimulai adanya kehidupan manusia.Dan jaman kuartier masih dibagi lagi ke dalam jaman Pleistosen dan Holosen.Jaman Pleistosen(Dilluvium) berlangsung kira-kira 3 juta tahun sampai 10 ribu tahun yang lalu.Jaman Pleistosen dimulai dengan meluasnya lapisan es di kedua kutub bumi yang disebut jaman glasial,kemudian diselingi dengan jaman mencairnya lapisan es disebut dengan jaman interglasial,keadaan ini berlangsung silih berganti sampai empat kali.Kalau di daerah tropis jaman glasial berupa jaman hujan(jaman pluvial),dan diselingi dengan jaman kering(interpluvial).Pada jaman glasial,permukaan air laut turun dengan drastis,sehingga banyak dasar laut yang kering menjadi daratan.Di Indonesia dasar laut yang kering di sebelah barat disebut dengan dataran Sunda,dan menyebabkan kepulauan Indonesia bagian barat menjadi satu dengan benua Asia,sedangkan yang di sebelah timur disebut dengan dataran Sahul,dan menyebabkan kepulauan Indonesia di sebelah timur menyatu dengan benua Australia.Sehingga ini semua mempengaruhi jenis flora-faunanya juga.Manusia yang hidup di jaman Pleistosen adalah jenis Homo erectus.Jaman Pleistosen berakhir kira-kira 10 ribu tahun sebelum Masehi.Kemudian diikuti datangnya jaman Holosen(Alluvium) yang masih berlangsung hingga sekarang.Dan jaman ini muncul manusia jenis Homo sapiens,yang diduga menjadi nenek moyang manusia sekarang.

Jika berdasarkan tinjauan arkeologis,pembagian berdasarkan alat/artefak yang digunakan manusia jaman prasejarah,maka dibagi menjadi:

1) Jaman Batu

Jaman Batu dikenal karena alat-alat yang digunakan terbuat dari batu,selain kayu dan tulang.Karena batu lebih awet,maka peninggalannya kebanyakan berupa batu.Jaman ini masih dibagi lagi menjadi beberapa jaman yaitu:

1.1) Jaman Batu Tua(Paleolithikum)

Alat-alat dari batu masih dikerjakan secara kasar,tidak diasah atau dipoles.Mata pencariannya masih berburu dan meramu tingkat sederhana.Manusia pendukungnya adalah Homo erectus.

1.2) Jaman Batu Tengah(Mesolithikum)

Alat-alat yang digunakan dari batu yang sudah mulai diasah/dihaluskan terutama di bagian yang digunakan untuk memotong atau menyayat.Tembikar juga sudah mulai dikenal.Mata pencariannya juga masih berburu dan meramu tingkat lanjut.Manusia pendukungnya adalah Homo sapiens dari ras Austromelanosoide(mayoritas) dan Mongoloide(minoritas).Di Asia Tenggara terkenal dengan barang2 kerajinan Hoabinhian,yang asalnya dari Vietnam kemudian menyebar sampai di kepulauan Indonesia,terutama pesisir pantai timur laut Sumatera.Sistem penguburannya dengan kuburan tekuk,dimana posisi mayat kedua kaki ditekuk seperti janin,dan ditutupi debu kuning tanah kemerahan.Hidupnya kadang nomaden kadang menetap.Artefaknya berupa batu penumbuk dan lumpang,diperkirakan dibuat 13 ribu tahun lalu.

1.3) Jaman Batu Baru(Neolithikum)

Alat-alat dari batu sudah diasah dan dipoles dengan halus dan indah.Disamping tembikar,dikenal juga kain tenun dan batik.Keliatannya ini awal manusia mengenal kesenian/keindahan,dimungkinkan juga karena manusianya sudah mulai hidup menetap,dan bercocok tanam,kehidupan menjadi agraris dan lebih terorganisir.Manusia pendukungnya mayoritas dari ras Mongoloide dan minoritas ras Austromelanosoide.

2) Jaman Logam

Di jaman ini manusia sudah mulai dapat membuat alat-alat dari logam,disamping masih ada juga alat-alat yang terbuat dari batu.Manusia sudah mengenal teknik pengolahan/pengecoran logam yang kemudian dicetak sesuai dengan keinginan.Teknik cetaknya ini ada dua macam,yaitu dengan cetakan dari batu(bivalve) dan dari tanah liat dan lilin yang disebut acire perdue.Jaman ini disebut juga jaman perundagian atau pertukangan,karena dalam masyarakat timbul golongan undagi/tukang yang trampil dalam melakukan pekerjaan tangan.Dan jaman logam ini masih dibagi lagi menjadi:

2.1) Jaman Tembaga

Alat-alat yang digunakan terbuat dari tembaga.Tapi tidak semua daerah/negara mengenal jaman ini.Di Asia Tenggara,khususnya Indonesia tidak mengenal jaman ini.

2.2) Jaman Perunggu

Jaman ini manusia sudah mengenal teknik mencampur tembaga dan timah sehingga dihasilkan logam yang lebih keras yang disebut dengan perunggu.Kebudayaan yang terkenal dengan kebudayaan perunggu di Asia Tenggara adalah di daerah DongSon,Vietnam Utara.Kebudayaan inilah yang dianggap sangat berpengaruh terhadap masa perundagian di Indonesia.

2.3) Jaman Besi

Jaman ini manusia sudah mengenal teknik peleburan bijih besi,untuk dituang menjadi alat-alat yang diperlukan.Teknik ini lebih sulit,karena dibutuhkan suhu pemanasan yang sangat tinggi mencapai kurang lebih 3500 derajat celsius.Di Indonesia jaman besi diperkirakan baru dimulai di jaman sejarah.
Antara neolithikum dan jaman logam dikenal juga jaman Megalithikum,yaitu jaman batu besar,karena kebudayaan yang berkembang menggunakan media batu-batu besar.Jaman Megalithikum ini justru mencapai puncaknya pada jaman logam,karena dibutuhkan alat-alat dari besi yang kuat dan kokoh untuk membangun/memahat obyek-obyek dari batu besar.

Keris mengalami fase-fase perkembangan juga sesuai dengan perkembangan pemikiran manusia sebagai pemilik budaya.Seperti benda-benda budaya lainnya,dan juga manusianya keris sepertinya mengalami evolusi hingga mencapai bentuknya yang sekarang ini.Dugaan semula keris awal adalah keris Bethok Buddha,karena mengingat bentuknya yang amat sederhana.Tetapi dengan ditemukannya keris Purwacarita yang berluk dan berpamor adeg,membuat dugaan awal selama ini perlu direkonstruksi lagi.Apakah keris awal adalah berbentuk lurus ataukah berluk? Atau kedua-duanya dibuat bersamaan? Yang masing-masing kemudian mengalami jalur perkembangannya masing-masing sesuai dengan fungsinya?
Menurut Groneman,keris berluk muncul lebih dahulu,hal ini dianalogikan sebagai jiwa muda,dinamis,banyak keinginan,lalu dengan semakin matangnya kejiwaan berangsur-angsur menjadi lebih statis,pasrah,dan tenang(menjadi keris lurus).Sebaliknya Panembahan Hadiwidjojo berpendapat,keris lurus lebih dahulu dibuat karena diibaratkan sebagai pribadi yang masih murni,belum ada niat dan ambisi macam-macam.Sementara Richadiana,seorang arkeolog,berargumen bahwa keris berluk terinspirasi oleh bentuk lidah api.Bukankah lidah api itu sesuatu yang sering dilihat sehari-hari oleh para empu? Lidah api sekaligus melambangkan dewa Agni sebagai simbol penerangan dan pengetahuan.Dalam seni rupa Jawa,bentuk lidah api distiler menjadi pola modang,yang banyak dipakai dalam hiasan pendhok,warangka sunggingan,batik,sunggingan wayang dan ukiran kayu.Sementara ada pula yang berpendapat,bahwa luk pada keris terinspirasi oleh salah satu jenis tombak India.Peralatan tajam dipergunakan manusia untuk memenuhi berbagai kebutuhannya,seperti untuk memotong,menyayat,menusuk binatang buruan,atau yang lain.Alat-alat tajam ini bisa terbuat dari tulang,kayu,batu atau logam.Dalam perkembangannya alat-alat tajam tapi tidak semuanya,hanya berfungsi secara teknik/praktis saja tetapi juga berfungsi sebagai alat sosio-religi,status sosial,dan keperluan upacara-upacara keagamaan.Alat-alat tajam yang digolongkan sebagia 'wesi aji' saja yang beralih fungsi menjadi hal yang istimewa dan diagungkan.Namun demikian,tidak dapat dipungkiri,dugaan bahwa keris merupakan perkembangan lanjutan dari peralatan tulang atau batu yang ditajamkan memang ada benarnya.Terlebih penelitian membuktikan bahwa pada masa logam,orang masih menyerupakan benda-benda logam buatannya dengan peralatan dari tulang atau batu.Lambat laun setelah itu mereka membentuk protype lain yang berbeda.
Menurut Barnett Kempers,peneliti dari Belanda mengatakan kalau pisau/belati DongSon merupakan prototype dari keris yang menyatu dengan hulunya atau disebut keris deder iras.Keris ini kemudian lebih dikenal sebagai keris sajen.Akan tetapi dugaan ini bisa disanggah karena adanya perbedaan dalam proses pembuatannya,dimana pisau DongSon dibuat dengan teknik cire perdue,sedangkan keris dengan proses penempaan.Ini artinya dalam perkembangannya keris dengan belati DongSon berdiri sendiri tanpa ada saling keterkaitan.Meskipun bentuk keris deder iras kemungkinan terinspirasi oleh bentuk pisau DongSon.Jika mengikuti perkembangan sejak awal jaman prasejarah yang dimulai dengan jaman batu,sangat mungkin cikal bakal keris bermula dari kapak batu genggam/perimbas,kemudian mengalami proses pengasahan sederhana menjadi kapak pendek/Sumatera,berlanjut menjadi kapak lonjong/persegi yang sudah lebih halus dan berfungsi spesifik,yang ukuran kecil biasanya sebagai kapak pendek atau alat tatah/pahat.Masuk ke dalam jaman Logam,dikembangkan jenis kapak corong yang bertangkai dari kayu,mempunyai variasi bentuk yang lebih indah dan artistik,dinamakan dengan candrasa,yang fungsinya sudah tidak lagi sebagai senjata tajam biasa melainkan sudah bergeser menjadi alat perlengkapan upacara atau tanda kebesaran.Dalam perkembangan selanjutnya peralatan-peralatan yang digunakan itu mempunyai fungsi yang berbeda-beda sehingga akan menciptakan bentuk yang bervariasi sesuai dengan fungsinya masing-masing.Seperti halnya kapak genggam yang tadinya berfungsi hanya sebagai alat pemecah biji-bijian atau pemukul berubah fungsi menjadi alat penusuk.Untuk mengikuti perubahan fungsi ini,bentuk kapak menjadi lebih memanjang,sehingga menyerupai pisau genggam.Dengan berjalannya waktu,karena dinilai lebih merepotkan dan kurang efektif yang disebabkan oleh licin ketika basah dan seringnya menimbulkan gesekan antara logam dengan tangan si pemakai atau menimbulkan luka gesekan,maka dimunculkanlah bagian kecil dari logam(besi) nya menjadi semacam dudukan gagang,yang kemudian disebut dengan pesi.Dengan adanya pesi,alat penusuk ini selain sebagai pisau juga berfungsi sebagai semacam tombak hanya dengan mengganti gagangnya dengan tongkat yang lebih panjang.Sehingga dalam perkembangan selanjutnya muncul kelompok yang menggunakan alat penusuk ini sebagai mata tombak dan kelompok lain yang menggunakannya sebagai pisau yang nantinya merupakan cikal bakal dari keris.Cikal bakal(prototype) keris ini kemudian dipasangi methuk,yaitu semacam bentuk cincin yang melingkar dibawah bilah fungsinya sebagai penahan apabila terjadi benturan keras di ujungnya maka bilah tidak akan masuk ke dalam gagang/tangkainya.Sekarang ini methuk jarang dipakai untuk keris,kebanyakan dipakai untuk tombak.Sebagai gantinya methuk,keris memakai cincin yang disebut dengan mendhak.Adanya prototype keris dengan methuk merupakan bentuk transisi/peralihan menjadi keris atau menjadi tombak,yang dibuktikan juga dengan bentuk keris buddha yang bilahnya tegak segaris dengan pesinya,bahkan pesinya ada yang panjangnya lebih dari sejengkal.Pesi dengan panjang lebih dari sejengkal biasa dipakai untuk mata tombak.Kemungkinan sebelum terjadinya transisi menjadi bentuk keris atau tombak,prototype ini tadinya berdwifungsi,artinya bisa berfungsi sebagaimana keris tapi pada saat yang lain bisa dipakai juga sebagai tombak.Yang membedakan keduanya selanjutnya adalah muncul bentuk ganja pada keris,sebagai penahan/teknomik dan pelindung genggaman tangan ketika sedang dilakukan penusukan.Ganja ini diambil dari bagian keris pada saat proses penempaanya dan kemudian disisipkan di bagian bawah bilah dengan membuat lobang di tengahnya sebagai jalan masuknya pesi.Adanya ganja mungkin juga akibat pengaruh dari India(Hindu),dimana ganja diumpamakan sebagai simbol dari yoni(perempuan/Durga) dan bilah/batang keris itu sebagai lingga(laki-laki/Syiwa) yang mempunyai makna kesatuan antara laki-laki dan perempuan,simbol harmoni alam,kesuburan,dan regenerasi.Tombak tidak pernah memakai ganja.Perubahan bentuk dari keris yang sebelumnya dapat digunakan sebagai tombak menuju keris yang hanya berfungsi sebagai keris diikuti oleh perubahan derajat kemiringan pesi terhadap bilahnya,dan ini berlangsung sangat lama.Perubahan dengan derajat kemiringan tertentu ini nantinya bisa dipakai untuk menentukan keaslian keris-keris tangguh Buddha/Purwacarita yang asli.Sudah ada kajian yang mendalam dari para ahli yang kemudian dicetuskan ke dalam teori yang disebut teori Condong Leleh,berdasarkan derajat kemiringan pesi terhadap bilahnya.Selanjutnya bentuk keris menjadi lebih ramping dan memanjang walaupun masih tampak dempak dan sangkuk.

Evolusi Pamor Keris

Keahlian dalam teknik metalurgi/pengolahan logam,secara tidak sadar telah memunculkan adanya bentukan alur-alur garis atau gambaran di atas bilah tosan aji(keris),yang disebut dengan pamor.Awalnya pamor ini terbentuk dari dua jenis besi yang berbeda kandungannya atau berbeda asal/tempatnya.Kemudian oleh sang Empu dipelajari lebih mendalam yang pada akhirnya mampu menemukan bahan pembuat pamor yang terbaik.Saat ini bahan pamor terbaik yang diakui mayoritas pemerhati tosan aji adalah pamor yang berasal dari meteor.Penemuan bahan pamor ini diikuti juga dengan penemuan teknik pembuatan pamor yang beragam sehingga menampilkan bentuk yang semakin indah dan menarik.Saat ini ada tiga macam teknik dikenal dalam pembuatan bentuk-bentuk pamor yaitu teknik mlumah,miring dan ceblokan.

Pengaruh Agama dan Budaya Luar terhadap Bentuk Keris

Pengaruh agama yang pertama masuk ke Indonesia adalah agama Hindu-Buddha,yang menggeser kepercayaan sebelumnya dari nenek moyang kita,animisme dan dinamisme.Agama ini masuk pertama ke Indonesia diperkirakan pada awal abad pertama Masehi melalui jalur perdagangan di daerah pesisir pantai kepulauan.Lambat laun hubungan semakin terjalin antara para pedagang dan penguasa lokal yang akhirnya terjadi akulturasi kebudayaan.Agama Hindu-Buddha telah berperan besar di dalam mengubah pola kepemimpinan masyarakat pada waktu itu dari kesukuan menjadi pemerintahan kerajaan.Raja tidak dipilih seperti halnya memilih kepala suku,melainkan dipilih berdasarkan garis keturunan/dinasti.Maka dari itu mulailah para kepala suku memilih atau mengukuhkan salah satu diantara mereka sebagai pemimpin tertingginya,tentunya setelah melalui serangkaian penaklukan,menjadi raja pertama mereka.Raja ini menjadi cikal bakal atau peletak dinasti pertama yang nantinya semua anak keturunannya diharapkan bisa melanjutkan kepemimpinannya.Untuk itu kemudian diadakanlah serangkaian upacara keagamaan secara Hindu-Buddha yang pertama.Upacara ini jelas menguras tenaga dan biaya buat seluruh rangkaian sesaji/persembahan buat para dewa.Sang Raja pun juga diharuskan memiliki tanda-tanda kebesaran yang akan menguatkan dan mengesahkan dirinya sebagai seorang Raja.Diantara tanda-tanda kebesaran itu adalah berupa berbagai macam senjata tajam,seperti pedang,tombak,pisau,mata panah,candrasa,kudhi,keris,dan lain-lain.Senjata-senjata ini selain menunjukkan kekuasaan dan kesaktian juga sebagai alat legitimasi.Sehingga tidak aneh jika senjata-senjata milik para Raja adalah senjata-senjata yang pinilih/berstatus.Seperti keris,jika dimiliki oleh seorang Raja jelas ini keris pilihan,terbaik dari segi garap/bentuknya maupun tuah/keampuhannya.Untuk itu keris awal yang masih berbentuk sederhana kemudian berkembang menjadi semakin rumit dan beragam.Keanekaragaman bentuk keris ini ditunjukkan dari adanya ornamen/asesori keris terutama di bagian bilahnya(sor-soran).Ornamen ini kemudian disebut dengan ricikan.Setelah itu budaya pekerisan menjadi berkembang sedemikian pesat,karena mendapat dukungan penuh dari para Raja/penguasa sebagai alat legitimasi kekuasaan mereka.Diadopsilah nama-nama yang diambil dari kisah-kisah kepahlawanan/pewayangan yang menunjukkan kesaktian dan keampuhan pusakanya sebagai nama dari sebagian bentuk keris,seperti dhapur keris Pasopati,Pulanggeni,Kalamisani atau juga diambil dari nama-nama tokohnya seperti dhapur Semar Bethak,Anoman,Karno Tinandhing,Pandhawa,dan lain sebagainya.Selain itu nama keris juga diambil dari latar belakang peristiwa penting bagi kerajaan,seperti penaklukan suatu wilayah,hilangnya pusaka kerajaan atau penawar dari suatu musibah.Ricikan/ornamen keris itu tidak hanya sekedar wujud fisik semata melainkan juga sebagai simbol/perlambang tertentu yang mengandung pesan tersembunyi berupa nilai-nilai luhur kearifan lokal,bisa juga dipakai sebagai sengkalan(perlambang waktu dari suatu kejadian penting).Masuknya agama Islam di tanah Jawa yang terutama dipelopori oleh para Wali Sanga,khususnya Sunan Kalijaga,tidak serta merta menghilangkan seluruh budaya masyarakat pada waktu itu termasuk budaya perkerisan,tapi justru memperkaya khasanahnya.Hal ini diwujudkan dengan dibentuknya nama-nama dhapur keris yang baru seperti,carubuk,sengkelat,segara wedhang,sabuk inten,kala munyeng,dan lain-lain.Bentuk warangka(sarung keris) pun juga mendapat pengaruh Islam,seperti warangka penanggalan atau wulan tumanggal yang mirip bentuk bulan sabit,simbol agama Islam.Adanya rajah atau goresan-goresan pada keris yang berisikan tulisan-tulisan Arab/kaligrafi yang diambil dari ayat-ayat Al Qur'an jelas itu merupakan pengaruh agama Islam.Pengaruh budaya luar lainnya seperti China,memunculkan dhapur keris baru juga seperti Singa Barong,yang bentuk gandhik/muka berupa hewan mirip kilin,singa dalam mitologi China.Saat ini bahan warangan,yang digunakan sebagai pencuci/jamasan keris yang terbaik adalah yang berasal dari China.

Pengaruh Evolusi terhadap Tangguh Keris

Perkembangan bentuk keris tidak bisa dipisahkan dari munculnya tangguh,yang mempunyai pengertian perkiraan masa dan tempat asal pembuatan keris.Para ahli memperkirakan munculnya suatu bentuk keris yang khas terkait dengan suatu masa dan tempat tertentu sehingga bisa dibedakan walaupun dengan dhapur yang sama,ini karena adanya kebiasaan mutrani(menduplikasi) dari keris yang sudah lebih dahulu ada.Bentuk khas ini memang disengaja kemungkinan atas perintah penguasa/raja pada waktu itu,yang setiap raja memiliki selera/kesukaan terhadap bentuk bagian keris tertentu,yang diatur dalam Paugering Praja ing Padhuwungan.Perbedaan ini bisa sangat menyolok contohnya seperti antara tangguh Segaluh dengan Mataram.Tangguh Segaluh memiliki buntut urang pada ganjanya yang bersifat nguceng mati,sedangkan tangguh Mataram buntut urangnya sebit ron tal/mekrok.Kembang kacangnya juga berbeda,Segaluh kembang kacangnya bersifat ngecambah aking,sedang Mataram nggelung wayang.Diperkirakan selisih tahun antara Segaluh dengan Mataram sekitar 400 tahun.Namun ada juga walaupun pada masa yang sama keris yang dibuat di tempat berbeda akan memiliki bentuk yang berbeda pula,seperti antara tangguh Tuban dengan Majapahit.Sirah cecak pada keris Tuban biasanya buweng/bulat,sedangkan Majapahit sirah cecaknya lancip.Bilahnyapun lebih ramping keris Majapahit dibanding dengan keris Tuban.Ujung bilahnya/pucukan berbeda juga,kalau keris tangguh Tuban biasanya bersifat gabah kopong,keris Majapahit bersifat nyujen/lancip.Karakter masyarakat yang berbeda akan menimbulkan selera yang berbeda juga.Contohnya masyarakat Mataram yang bersifat santun dan lemah lembut akan memunculkan keris dengan kesan dhemes atau tampan.Sedangkan masyarakat Majapahit yang berwibawa kesan yang muncul pada kerisnya adalah berwibawa atau wingit.

Keris Tangguh Kamardikan

Perkembangan keris akan memunculkan bentuk-bentuk varian baru yang lebih indah,dinamis,dan unik.Keindahannya bisa dilihat dari kesempurnaan garap/teknik pembuatannya yang lebih berkesan dengan variasi ornamen yang rumit dan detail,corak pamor yang beragam,ditambah dengan kinatah atau sinarasah emas pada bilahnya membuat keris mengalami kesempurnaan dalam evolusinya.Menurut para ahli perkerisan puncak kejayaan dari kesempurnaan keris adalah pada masa Paku Buwono IX-X di Surakarta dan Hamengku Buwono VII-VIII di Yogyakarta.Namun demikian untuk masa sekarang ini,apalagi keris telah diakui oleh UNESCO sebagai salah satu warisan budaya agung dunia,membuat kita sebagai generasi penerusnya harus tetap menguri-uri/melestarikan dengan berbagai cara diantaranya ialah menjaga dan senantiasa memelihara(ngrukti) keris-keris pusaka leluhur kita agar tidak rusak atau jatuh ke tangan pihak yang tidak bertanggung jawab.Disamping itu supaya adanya kontinuitas/kesinambungan maka dimunculkan ide-ide baru yang bersifat kontemporer dari para empu jaman kemerdekaan yang memunculkan adanya tangguh Kamardikan.Keris-keris tangguh Kamardikan ini selain bersifat kontemporer juga kadang keluar dari pakem yang ada.Seperti memiliki dua bilah tapi satu sor-soran,pucuknya berbentuk tokoh pewayangan,bergandik merpati,nyai blorong dan lain-lain.Hal ini menjadi sah-sah saja karena mengikuti selera masyarakat/pasar jaman globalisasi yang universal.Dikenalkannya ide-ide baru dalam dunia perkerisan kepada generasi muda sedikit banyak akan membuang persepsi yang negatif/kurang baik pada keris.Tinggal bagaimana generasi sekarang ini dalam memperlakukan keris apakah hanya sekedar barang pajangan/pameran semata atau malah menjadi barang komoditi/dagangan yang tidak berbeda dengan barang komersial yang lain.

Rabu, 09 September 2009

evolusi keris jilid 3

Bentuk keris mengalami evolusi atau perkembangan yang bertahap melewati rentang waktu yang cukup lama.Tiap era/jaman diwakili oleh bentuk keris yang berbeda.Sehingga dikenal istilah tangguh.Semula tangguh sendiri mempunyai perbedaan pengertian,jika menurut serat Centhini yang disusun pada masa kekuasaan sinuhun Paku Buwono IV mendefinisikannya dengan gaya,langgam atau ciri khas yang dimiliki oleh sebuah keris yang tidak terikat oleh era/jaman dan daerah tertentu.Keris dipelajari dari jenis/bahan besinya,pamornya,dan pasikutan/kesan yang timbul dari bentuk khas/gaya kerisnya.Namun ternyata dalam perkembangan selanjutnya,keris-keris yang mempunyai gaya/langgam yang sama terkait dengan era/jaman tertentu,dan akhirnya berhubungan juga dengan masa pemerintahan/kerajaan tertentu.Dari sini muncul generalisasi keris-keris yang mempunyai gaya garap dan besi tertentu mewakili pada masa tertentu.Definisi tangguh yang sekarang akhirnya menunjuk pada masa pembuatan keris.Akan tetapi ternyata tidak semudah yang dibayangkan,karena tidak adanya patokan/pedoman yang pasti membuat penentuan masa pembuatan keris menjadi lebih sulit,apalagi penilaiannya berdasarkan visual/penglihatan dan perabaan semata.Subyektifitas menjadi lebih menonjol,yang tentunya akan membuat beragam macam tafsiran perkiraan masa pembuatan.Dalam krisologi,ilmu tangguh menjadi cabang tersendiri yang masih terus membutuhkan inovasi dan teknologi yang terkini untuk menjawab hal/masalah periodisasi keris.Menarik untuk dipelajari dan dibutuhkan keseragaman dan kesepakatan dari para ahli terkait.Bahkan pernah diperkenalkan teknik pengujian laboratorium untuk menentukan usia besi,kandungan besi dan pamor,dan teknologi pengolahannya,yaitu dengan teknik NDTM(Non Destruktive Testing Materials).Pengujian materi/bahan dengan tidak merusakkannya diperkenalkan pertama kali oleh Ir.Haryono Arumbinang(Alm).Menurut ahli metalurgi ini,dengan mengetahui unsur-unsur penyusun keris menetapkan usia keris akan semakin mudah.Dalam penelitiannya ini,semua keris sepuh/tua yaitu sebelum abad XVIII,selalu mengandung unsur besi(Fe),arsenikum(As),titanium(Ti),timah(Sn),dan timbal(Pb).Unsur titanium diberikan oleh para empu agar keris yang dihasilkan terasa ringan kalau dipegang.Mineral ini terkandung di dalam pasir besi di pesisir pantai Pulau Jawa,sehingga mudah didapat secara lokal.Unsur timah dan timbal dipakai untuk memperkeras,menambah keuletan bahan campuran keris,dan dalam pamor keris sering nampak sebagai kilatan putih yang bervariasi.Sungguh mengagumkan jika hal ini benar adanya,ternyata para empu jaman dahulu sudah paham dan ahli dalam ilmu logam.Jika teknik penelitian ini dipakai juga untuk mempelajari tentang evolusi keris maka akan sedikit banyak membantu memudahkan kita dalam mengungkap misteri tentang keris.

Senin, 07 September 2009

Pisau DongSon


Menurut para ahli purbakala,keris sajen memang mirip dengan pisau DongSon dari daerah Vietnam Utara yang terkenal dengan kebudayaan perunggunya.Gambar diatas adalah pisau DongSon.Jika dilihat sepintas memang mirip,dimana pisau DongSon yang terbuat dari perunggu dengan teknik cire per due/cetak.Hulu/pegangan pisaunya berbentuk stilasi manusia,rata-rata dalam posisi berkacak pinggang,kebanyakan adalah bilahnya lurus,pendek,kedua sisinya tajam,berfungsi sebagai senjata penusuk.Perunggu sendiri terbuat dari campuran tembaga dan timah.Di Indonesia tidak mengenal kebudayaan tembaga,melainkan kebudayaan perunggu dan besi.Kedua kebudayaan ini bersamaan masanya,sehingga tidak diketahui proses transisi dari perunggu ke besi.Sehingga tidak dapat dipastikan juga apakah benar pisau DongSon ini merupakan bentuk peralihan dari keris sajen.Namun jika dikatakan bentuk pisau DongSon telah menginspirasi bentuk keris sajen,mungkin ada benarnya,karena kebudayaan DongSon telah lama berkembang maju sekitar abad ke 5 sampai pertama sebelum Masehi.Kebudayaannya menyebar ke seluruh pelosok Asia Tenggara,mulai dari wilayah IndoChina sampai Semenanjung Malaysia dan Indonesia.Diduga penyebarannya melalui jalur perdagangan dan perpindahan penduduk.Karena bentuknya yang indah,kemungkinan pisau DongSon telah beralih fungsi tidak hanya sebagai senjata tajam biasa tetapi sudah menjadi barang mewah/prestise untuk ukuran jaman dahulu.Pisau-pisau ini mungkin hanya dipunyai oleh para kepala suku/desa/kampung,yang bisa jadi juga dipakai sebagai alat legitimasi kekuasaan mereka dan dipakai sebagai perlengkapan upacara-upacara suci keagamaan.Coba sekarang kita bandingkan antara pisau DongSon dengan keris sajen.Persamaannya adalah sama-sama bisa sebagai senjata penusuk karena mempunyai sisi-sisi yang tajam,bilah dan hulu yang menyatu,serta hulunya berbentuk arca/patung manusia.Perbedaanya terletak pada bahan bakunya,pisau DongSon terbuat dari perunggu dengan teknik cetak/acire perdue,sedang keris sajen dari besi berpamor dengan teknik tempa lipat.Tidak hanya itu kalau diperhatikan,keris sajen ada yang berluk,sedangkan pisau DongSon tidak.Bentuk arca manusianya pun ada perbedaan sikap/karakter,kalau pisau DongSon rata-rata berkacak pinggang(malangkerik) sedang keris sajen rata-rata berdiri membungkuk atau berjongkok.Sepertinya ada perbedaan makna filosofis dari keduanya.Perbedaan ini jelas menggambarkan perbedaan cara pandang,budaya/kearifan lokal,dan adat istiadat setempat.Bagi manusia etnis Austronesia-Jawa,yang sangat menjunjung tinggi sifat egaliter,rendah hati,dan kompromis,menilai sikap berkacak pinggang menunjukkan sikap kesombongan diri.Jadi tidak aneh,kalau bentuk arca pada keris sajen kebanyakan dalam posisi menunduk/sangkuk suatu simbol kerendahan hati.Ternyata ada makna lainnya juga,yaitu menggambarkan 'kematian', jiwa yang pasrah,tunduk pada Sang Pencipta.Dalam perkembangannya,hulu keris sajen nantinya akan berubah menjadi hulu keris/deder yang lebih indah/estetis,diukir lebih rumit/teliti,dan lebih memiliki taksu,atau jiwa.Karena pengaruh ajaran Islam,bentuk arca juga berubah menjadi bentuk stilasi manusia dalam bentuk 'planar' yang diukir tapi tetap dalam posisi menunduk.

Gambar Beragam Bentuk Keris Sajen





Sabtu, 05 September 2009

evolusi keris jilid 2


Namun baru-baru ini diketemukan keris dengan tangguh/perkiraan tahun yang lebih tua dari keris kabudan,yang ditemukan di muara sungai Bengawan Solo,di daerah Porong,Sidoarjo pada waktu terjadi musibah lumpur Lapindo Brantas,oleh ahli perkerisan dinamakan keris tangguh Purwacarita,diperkirakan berasal dari Kerajaan Mataram Hindu/Medang,yaitu abad 8 M.Keris ini ternyata berluk,luk(lekukan) berjumlah lima,masing-masing berdhapur(bentuk) Pandhawa Prasaja berpamor keleng(tanpa pamor) dan Pandhawa Lare’brawuk’berpamor adeg telu(adeg tiga).Pada keris Pandhawa Prasaja tampak besi kelengnya sangat lentur,liat,namun keras.Bentuk ganja(alas keris)nya wilut,menandakan kalau ganja wilut sudah ada sebelum jaman Majapahit,bahan methuk(cincin keris)nya dari bahan perunggu yang nyaris sempurna.Sedangkan yang bentuk/dhapur Pandhawa Lare,nampak pamor adeg/berdiri,berupa garis-garis membujur sejajar bilah,yang teknik pembuatannya jelas lebih sulit,teknik ini dikenal dengan teknik miring.Ini menandakan teknologi peleburan,penempaan,dan pelipatan besi berkualitas sudah dimiliki oleh nenek moyang kita jauh sebelum era Majapahit.Benarkah hal demikian? Ini menjadi pertanyaan besar juga,apakah nenek moyang kita benar-benar telah menemukan sendiri teknik tempa lipat besi yang sudah sedemikian majunya tidak kalah dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu maju,seperti India dan China? Ataukah telah terjadi transfer of knowledge and technology dari bangsa-bangsa lain tersebut? Mengingat bangsa India dan China telah lebih dahulu maju peradabannya dibanding bangsa kita.Bangsa India telah lebih dahulu kontak/berhubungan dengan bangsa kita sejak abad I SM,melalui para pedagang,ksatria dan brahmana.Para pedagang itu menjual dengan sistem barter,yaitu saling tukar menukar barang dengan taksiran harga yang sama.Barang-barang yang diperjualbelikan seperti kamper,kapur,cendana,gaharu,emas,perak,rempah-rempah,sarang burung,hewan ternak,bahan-bahan tekstil,barang kerajinan dari tembaga,perunggu dan besi.Barang-barang kerajinan ini,berupa patung-patung,manik-manik,kalung,gelang,pisau,pedang,alat-alat pertukangan dan lain-lain.Jadi kemungkinannya adalah kebanyakan nenek moyang kita menjual bahan-bahan mentah karena tanah air kita memang kaya akan hasil buminya,dan kita membeli barang-barang setengah jadi atau barang jadi karena merekalah yang memiliki teknologi pengolahannya.Negeri kita memang sudah terkenal sejak jaman dahulu sebagai negeri yang subur makmur,kaya akan sumber daya alam,seperti pulau Sumatera terkenal dengan julukan Suwarnadwipa yang artinya pulau emas,dan pulau Jawa terkenal dengan Jawadwipa yang artinya pulau biji-bijian.Dengan perantaraan perdagangan,kita menjadi saling mengenal kebudayaan antar bangsa,disamping itu juga mempelajari teknologi mereka,termasuk dalam hal ini teknik tempa lipat besi.Para empu/pengrajin kita ini entah mendapatkan pengetahuan teknik tempa dengan mempelajari langsung dari para pengrajin/empu mereka,ataukah secara otodidak diam-diam dipelajari dan dipraktekkannya sendiri.Tidak adanya bukti-bukti transkripsi(tertulis) yang jelas bahwa para empu kita telah mentransfer teknologi dari mereka,membuat kita susah memastikannya.Teori yang lain mengatakan kerajaan-kerajaan yang pertama di Indonesia yang beragama Hindu itu karena adanya pengaruh dari India,yang dibawa oleh para brahmana.Para brahmana ini mengajarkan pada penduduk lokal Nusantara mengenai ajaran-ajaran agama Hindu-Buddha,hukum,tata tertib administrasi,tulisan/aksara,dan syarat-syarat pendirian suatu negara menurut ajaran Hindu.Sehingga timbulah kerajaan-kerajaan awal di Nusantara seperti Kutei dan Tarumanegara.Nama-nama rajanya pun mengadopsi nama raja-raja Hindu di India,dengan akhiran warman,Mulawarman,raja Kutei dan Purnawarman,raja Tarumanegara.Ajaran Hindu yang berkembang di Nusantara ini ada dua aliran,yaitu penganut Shiwa dan Wisnu.Namun demikian,tidak seutuhnya ajaran para brahmana ini diterapkan di Nusantara,melainkan dimodifikasi/dikombinasikan dengan ajaran lokal/nenek moyang,sehingga terbentuklah suatu budaya/kearifan lokal yang berbeda dengan induknya di India.Hal ini bisa dilihat dari bentuk-bentuk bangunan suci/candi yang berbeda dengan yang di India.Sistem pemerintahannya pun tidak seluruhnya mengadopsi sistem pemerintahaan Hindu di India.Sistem pemerintahaan di kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Nusantara lebih bersifat egaliter dan desentralisasi.Ini mencerminkan sifat/watak khas nenek moyang kita(bangsa Austronesia),dimana lebih mengutamakan sistem kekerabatan.Pengenalan aksara/tulisan juga dari para brahmana,yang bisa kita lihat dari tulisan-tulisan di prasasti/piagam yang menggunakan aksara/huruf Pallawa,huruf yang digunakan oleh kerajaan Pallawa di India Selatan.Dalam perkembangannya huruf/aksara Pallawa ini nantinya menjadi turunan huruf-huruf Jawa,Sunda,dan Bugis.Disamping huruf,juga diperkenalkan tahun Saka,tahun yang pertama dipakai oleh Raja Kanishka di kerajaan Kushan,India Utara.Tahun Saka ini bersesuaian dengan tahun 78 Masehi,yang dipakai hampir di semua kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Nusantara jaman dahulu,dan masih dipakai sebagai kalender nasional di India dan juga bagi para penganut Hindu-Buddha di Indonesia hingga sekarang.Para ksatria dari India pun diduga juga ada yang melarikan diri dari negerinya di India karena peperangan atau keinginan untuk memperoleh kekayaan dan kejayaan di bumi Nusantara.Mereka ada yang mengabdi pada para raja lokal sebagai tentara bayaran atau ada yang diambil menjadi menantu raja.Kisah Sang Aji Saka yang membantu membunuh seorang raja raksasa yang selalu meminta korban manusia di Jawa,yang juga mengajarkan huruf-huruf Jawa,hanacaraka,mengisyaratkan kemungkinan kebudayaan India ditularkan juga oleh para ksatrianya.Kebudayaan India ini nantinya mempengaruhi dalam ricikan(ornamen) keris.Kembali ke bentuk keris yang paling awal atau disebut dengan prototype keris,para ahli agaknya belum sepakat tentang hal ini.Jika memang keris awal itu berupa keris sajen,karena dimungkinkan sebab upacara-upacara keagamaan selalu disertai berbagai macam sesajian,termasuk keris,yang terkenal adalah upacara sradha.Sradha dalam bahasa Sanskrit,artinya percaya.Dalam ajaran Hindu,ada lima sradha(kepercayaan) yang menjadi dasar ajarannya,yaitu brahman,atman,karmaphala,samsara,dan moksha.Namun di Bali,upacara sradha biasa disebut ngaben,yaitu upacara pembakaran jenazah untuk pembebasan jiwa orang yang meninggal ke alam nirwana(moksha),sehingga keris sajen dirancang khusus untuk upacara kematian,maka tidak heran jika bentuk arca pada hulu keris sikapnya berdiri menunduk,suatu gambaran tentang kematian.Keris sajen jika dilihat secara detail,berupa keris berbilah pendek sampai panjangnya hampir 50 cm,bisa lurus atau berluk,bentuknya sederhana,terkesan primitif,berpamor sanak,kadang ada yang pamor adeg,dan bertangkai menyatu dengan bilahnya,atau disebut keris deder iras.Deder(handdle) nya biasanya berbentuk stilasi wujud manusia dalam posisi menunduk.Oleh seorang peneliti dari Belanda,dikatakan sebagai keris Majapahit,padahal secara kualitas keris-keris tangguh Majapahit jauh lebih unggul dibanding keris-keris sajen ini.

Rabu, 02 September 2009

EVOLUSI KERIS

Evolusi keris yang dimaksudkan disini membahas tentang perkembangan keris dari bentuk awal(prototype) keris sampai dengan bentuknya yang sekarang.Ini semua menyangkut juga tentang sejarah peradaban suatu bangsa,karena proses pembuatan keris memerlukan teknologi yang canggih untuk ukuran zaman dulu.Mengingat keris dibuat dari logam besi,yang teknik penempaannya membutuhkan suhu pemanasan yang sangat tinggi untuk bisa dibentuk.Dibandingkan dengan logam yang lain besi memang cenderung susah untuk dibentuk sesuai keinginan.Bagaimana nenek moyang bangsa Indonesia,khususnya Jawa mempunyai kemampuan mengolah,menempa,dan membentuk besi menjadi keris,masih merupakan misteri.Ini semua dikarenakan ilmu pengetahuan tentang keris pada zaman dahulu masih merupakan ilmu yang sangat dirahasiakan,atau istilahnya ilmu ingkang sinengker.Mengapa ilmu ini kok bisa sangat dirahasiakan? Masih merupakan tanda tanya besar,kemungkinan disebabkan karena proses pembuatannya yang susah,rumit,dan cenderung berbau mistik/magis sehingga tidak sembarang orang mampu mencerna dan menirunya,bagi si empu(pembuat keris) sendiri untuk mengajarkan ilmunya biasanya pilih-pilih,tidak sembarangan orang yang boleh mewarisi ilmunya,biasanya ilmu diberikan untuk sanak keluarganya saja,tidak aneh kalau para empu biasanya turun temurun ke anak cucunya.Atau bisa jadi ke orang lain yang sangat dipercayainya.Untuk bisa mewarisi ilmu dari sang empu dibutuhkan kesabaran yang tinggi,bertahun-tahun,tidak boleh tergesa-gesa,pelan tapi mengena agar bisa meresapi ilmu dengan baik.Dalam proses pembelajarannya,para panjak(pembantu empu) dilarang banyak bertanya,cukup belajar dengan metode melihat,mendengarkan,dan meresapi sehingga para panjak bisa niteni atau mengingat-ingat betul apa yang dikerjakan oleh sang empu.Tidak adanya dokumentasi,tulisan-tulisan yang baku tentang proses pembuatan keris,membuat ilmu ini semakin kabur bagi generasi selanjutnya.Sebab yang lain kenapa ilmu tentang keris ini menjadi misterius,kemungkinan karena sifat atau tabiat dari sang empu yang seperti rata-rata bangsa Indonesia lainnya,yaitu sifat yang seperti ilmu padi,semakin tinggi ilmu yang dimiliki semakin rendah hati.Tidak suka menonjolkan diri,bahkan cenderung menutup diri,ini bisa dibuktikan dengan tempat/bengkel pembuatan keris atau besalen yang tidak pernah terdapat di depan rumah,selalu di belakang rumah dan biasanya tertutup rapat,bahkan ada yang terpisah jauh dari rumah tempat tinggalnya.Sebab yang lain,tentunya untuk empu-empu tertentu yang sudah ternama,yang biasanya karya-karyanya tergolong masterpiece,agar karyanya tidak gampang ditiru atau kasarnya dijiplak,mereka melindungi atau memproteksi dengan sangat ilmu yang dimilikinya bahkan mungkin hanya biar si empu sendiri yang tahu ilmunya.Empu-empu ini biasanya adalah empu-empu kraton/istana yang membuat keris hanya berdasarkan pesanan atau perintah raja.Dan keris yang diciptakan tentunya haruslah keris yang ‘ampuh’yang tidak bisa ditiru oleh empu-empu dari kerajaan lain.Keris-keris yang dihasilkan para empu yang tersohor ini,seperti Mpu Pitrang,Supo Anom,Jigja,atau Umyang sampai sekarang susah dibuat tiruannya.Keris-keris yang dihasilkan biasanya menjadi patokan/pedoman bagi para empu yang lain,atau istilahnya keris pakem.Begitu sedikitnya data/sumber yang ada,membuat kita susah memperkirakan kapan sebenarnya keris mulai diciptakan dan siapa orang yang pertama kali membikinnya.Data-data yang kita pakai sebagai sumber rujukan kebanyakan data-data yang terdapat di kitab-kitab tentang perkerisan yang ditulis oleh para sarjana/ahli dari dalam maupun dari luar negeri/barat.Sumber-sumber tertulis dari para empu jaman dahulu,tidak pernah diketemukan.Kebanyakan justru ditulis oleh para pujangga/sastrawan seperti,Ronggowarsito,bukan dari mpu pembuat keris.Dan kebanyakan karya-karya sastra ini terdapat kerancuan dengan fakta yang ada atau sering tidak masuk akal.Harap dimaklumi karena namanya saja karya sastra apakah itu berupa puisi/sajak ataukah prosa/narasi tentunya lebih mementingkan bunyi-bunyian,permainan kata,ditambah unsur-unsur dramatis/fantastis sebagai ‘bumbu‘ daripada fakta yang ada,yang tentunya subyektifitasnya lebih menonjol.Sehingga kita perlu hati-hati dalam menarik kesimpulan.Disamping sumber-sumber yang tertulis di dalam kitab-kitab,informasi tentang keris juga terdapat dalam tulisan-tulisan prasasti walaupun jumlahnya sangat sedikit,Kebanyakan keris ditulis sebagai salah satu persyaratan dalam upacara-upacara suci keagamaan,peresmiaan suatu bangunan,keberadaan suatu sumber mata air yang disucikan.Paling banyak justru informasi tentang keris itu didapat dari sumber-sumber tidak tertulis,yaitu dari sumber lisan.Cerita-cerita atau kisah-kisah yang dituturkan dari satu generasi ke generasi berikutnya sudah barang tentu selalu disisipi dengan hal-hal yang kurang rasional,mistis,dan terkadang berlebihan.Hal inilah yang jelas membuat keakuratan data yang didapat menjadi semakin kabur.Untuk itu dibutuhkan cara yang jitu untuk menganalisa data-data yang sudah ada.Para ahli perkerisan sebaiknya terdiri gabungan beberapa ahli,seperti ahli sejarah,budayawan,sastrawan,pakar bahasa,filologi,sosiologi,anthropologi,etnografi,arkeologi,ahli metalurgi,dan tidak menutup kemungkinan ahli-ahli yang lain sebagai peminat dan pemerhati masalah keris.Analisa data yang disusun dari para ahli itu nantinya diharapkan akan mengkristalisasi menuju terbentuknya suatu cabang ilmu tentang perkerisan,atau bahkan lebih luas lagi tentang dunia tosan aji.Ilmu tentang perkerisan ini pernah dilontarkan oleh seorang tokoh perkerisan dari karaton Surakarta,Panembahan Hadiwidjaja,yang menyebut ilmu ini dengan Krisologi.Untuk mewujudkan keris menjadi suatu ilmu tidaklah mudah.Seperti diketahui ilmu adalah kumpulan pengetahuan,tapi tidak semua kumpulan pengetahuan adalah ilmu.Kumpulan pengetahuan untuk menjadi suatu disiplin ilmu harus memenuhi syarat/kriteria tertentu.Syarat yang dimaksud adalah harus adanya obyek materi dan obyek forma dari kumpulan pengetahuan itu yang tersusun secara sistematis.Obyek materi adalah sesuatu hal yang dijadikan sasaran pemikiran,dipelajari,dianalisis,dan diselidiki menurut metode yang berlaku dan disepakati dalam keilmuaan,ada yang menyebutnya dengan metode ilmiah,sehingga dapat tersusun secara sistematis dengan arah dan tujuan tertentu secara khusus memenuhi persyaratan epistemiologi/syarat keilmuan.Obyek materi menyangkut segala hal tentang yang kongkrit(kasat mata),berupa wujud fisik/bendawi maupun segala hal yang abstrak(tidak kasat mata),atau non bendawi,seperti ide,nilai,norma,atau fenomena substantif lainnya.Sedangkan obyek forma dibentuk oleh cara/sudut pandang,atau peninjauan oleh para peneliti terhadap obyek materi dengan prinsip-prinsip ilmiah yang digunakan untuk mendapatkan esensi dari penelitiannya,sehingga akan mendekati hakekat suatu kebenaran dari obyek yang dipelajarinya.Obyek forma dari suatu ilmu tidak hanya memberi keutuhan tertentu yang substantif dan sistematis,tetapi pada saat yang sama juga membedakannya dari berbagai ilmu dalam bidang-bidang yang lain.Sebagai contoh disini keris ditempatkan sebagai obyek materi,dengan disiplin ilmu yang berbeda,keris dapat dipelajari dari sudut pandang arkeologinya atau metalurginya.Kedua macam itu mempunyai obyek materi yang sama,yaitu keris,tapi berbeda sebagai obyek formanya,arkeologi mempelajari dari sudut pandang hasil-hasil kebudayaan suatu peradaban di jaman lampau,sedang metalurgi mempelajari tentang teknik pengolahan logam,termasuk keris(besi).Jadi obyek materi dan obyek forma adalah sesuatu yang mutlak harus ada,diketahui keberadaan/eksistensinya secara substantif atas pengetahuan dan pengalaman,bersamaan dengan esensinya sebagai ciri yang bersifat unik dan universal yang dapat disebut sebagai jatidiri disiplin keilmuannya.Untuk itu dibutuhkan adanya kesepakatan definisi tentang keris.Apa sebenarnya yang dimaksud dengan keris itu.Definisi yang spesifik akan memudahkan kita dalam mempelajari dan membedakannya dengan obyek materi yang lain.Akan lebih mudah kita mengatakan ini lho yang disebut keris,itu yang bukan keris.Unsur pokok yang terkandung di dalam keris adalah besi.Walaupun kemudian dalam perkembangannya keris tidak hanya terdiri dari unsur besi saja,melainkan disisipkanlah unsur baja sebagai penguat/pengeras.Kekuatan keris diukur dari banyak sedikitnya kandungan bajanya.Sehingga baja bisa disebut sebagai ‘tulang/kerangka’keris.Yang menjadi pertanyaan selanjutnya ialah bagaimanakah nenek moyang kita bisa mendapatkan bahan-bahan materi besi dan baja? Apakah bahan-bahan materi ini didapatkan sebagai bahan setengah jadi ataukah bahan mentah yang perlu pengolahan lebih lanjut? Kalaupun mendapatkannya sebagai bahan setengah jadi,darimana memperolehnya? Dan kalaupun perlu pengolahan lebih lanjut,benarkah nenek moyang kita sudah mengenal teknik peleburan bijih besi menjadi besi? Jika benar adanya,sungguh tinggi teknologi yang dimiliki nenek moyang kita itu,mengingat tingkat kesulitan dalam pengolahan bijih besi.Dibutuhkan pengetahuan tentang suhu pemanasan yang sangat tinggi untuk peleburan besi,peralatan yang canggih seperti tanur-tanur,alat-alat cetakan,bahan bakar dan tentunya biaya yang tidak sedikit.Perkiraan para ahli,kedua-duanya bisa dimungkinkan.Para mpu memperoleh bahan-bahan tersebut dengan cara membeli dari para pedagang asing,seperti pedagang India dan Cina,sebagai bahan setengah jadi berupa batangan-batangan besi,kualitas besi terutama dari India konon sudah sangat terkenal sejak dahulu,sebagai besi berkualitas terbaik.Yang kedua,banyak terdapatnya bijih besi di pesisir pantai pulau Jawa,membuat para ahli juga memperkirakan nenek moyang kita sudah mampu membuat berbagai jenis peralatan yang terbuat dari besi,termasuk keris.Bahkan pernah ada semacam eksperimen yang dilakukan oleh seorang mpu jaman kamardikan,yaitu mpu Pauzan dari Surakarta,yang disponsori oleh seorang berkebangsaan Jerman yang interest terhadap keris,mengolah bijih besi yang diambil dari pesisir pantai Cilacap dengan tanur tinggi,kemudian terbentuk batangan besi yang berkualitas,yang akhirnya ditempa lagi menjadi keris.Bahkan dihasilkanlah keris yang berpamor poleng,yang oleh mantan Menko Polkam Soerono,diberi nama Kyai Sureng Karya.Baja adalah perpaduan antara unsur dasar besi dengan tambahan atom C(karbon).Penambahan atom C,akan menambah kekerasannya.Hal ini didapatkan dengan penempaan besi dengan teknik dan suhu tertentu.Namun ada kelemahannya juga,jika perpaduannya tidak pas,akan menjadikannya getas dan kurang ulet bila dibentuk.Era sekarang ini sudah ditambahkan unsur-unsur lainnya dalam proses pembuatan baja,seperti mangaan,krom,vanadium,maupun tungsten.Terutama dengan penambahan unsur krom akan membentuk senyawa yang menjadikannya tahan karat.Unsur ketiga dari keris adalah pamor,memang tidak dipungkiri ada juga beberapa keris tidak berpamor,namun seringnya keris itu berpamor.Pamor ialah unsur/elemen keris yang mempunyai nuansa/warna yang berbeda dengan warna dasarnya/besinya.Biasanya berwarna keputihan,bisa putih keperakan,atau ada yang kekuningan tergantung bahan pamornya.Pamor dari kata dasar amor,yang berarti bersama-sama atau menyatu.Jadi awalnya pembentukan pamor pada keris kemungkinan tidak disengaja oleh sang empu.Tiba-tiba saja,pada saat akhir proses pembuatan keris,yaitu setelah tahap pewarangan,muncul nuansa/warna keputihan di bilah kerisnya.Hal ini kemudian menjadi menarik perhatian sang empu,yang setelah dilakukan beberapa kali uji coba,ditemukanlah formula/rumusan dalam pembuatan pamor.Pamor awal kemungkinan adalah pamor tiban,yaitu pamor yang timbul tanpa unsur kesengajaan,istilahnya sakmetune.Terserah apalah betuknya,biasanya orang sering menyebutnya bentuk pamor wos wutah/beras tumpah.Pamor ini muncul dari perpaduan berbagai macam besi yang diambil dari beberapa tempat,biasanya besi-besi tua dari alat bajak sawah,roda pedati,galangan kapal,dan lain-lain.Pamor yang timbul,nuansanya tidak begitu jelas,lamat-lamat,atau istilahnya kelem.Pamor ini kemudian juga disebut dengan pamor sanak.Dalam perkembangannya nantinya akan semakin beragam variasi bentuk pamor,teknik pembuatan,dan bahan-bahannya.Jadi kesimpulannya keris haruslah mempunyai sedikitnya dua dari tiga unsur terse but,yaitu besi,baja dan pamor.Setelah membahas unsur/elemen dasar daripada keris,sekarang tentang bentuk-bentuk keris.Bentuk keris ada dua,yaitu keris berbentuk lurus,dan berluk.Bentuk mana yang lebih dulu? Menurut banyak ahli berpendapat,keris luruslah yang pertama kali ada,karena saat ini keris yang paling tua ditemukan adalah keris tangguh kabudan,yaitu sekitar abad 8-9 M,yang berbentuk/berdhapur jalak dan bethok,semuanya itu keris lurus berbilah pendek,agak gemuk/melebar di bagian bawah.Seperti ditunjukkan gambar di atas.

asal-usul keris

Berasal darimanakah sebenarnya keris itu? Karena banyak tempat di Indonesia bahkan di luar negeri terutama di daerah Asia Tenggara,mengaku juga mempunyai ‘keris’.Sehingga banyak usul(pendapat) dikemukakan oleh para ahli,apakah itu dari ahli sejarah,etnograf,arkeolog,maupun ahli perkerisan itu sendiri.Jika dilihat dari asal katanya sendiri,kata keris,berasal dari kata kris,yaitu dari bahasa Sanskrit,bahasa ini berasal dari India,yang biasa dipakai oleh para pujangga atau para brahmana beragama Hindu maupun Buddha.Kata kris itu diartikan ‘menghunus’.Senjata-senjata yang biasa dipakai dengan cara menghunus adalah senjata-senjata tajam berlaras/berbilah pendek,seperti pisau belati,pedang,kapak atau golok,tidak hanya keris,dan senjata-senjata itu mempunyai handdle(pegangan) yang terbuat dari kayu,gading,cula badak,gigi taring,atau logam.Walaupun keris itu asal katanya dari bahasa Sanskrit di India,tetapi ternyata di India sendiri,keris tidak dikenal sebagai senjata khas mereka.Ini bisa dibuktikan dengan tidak adanya penyebutan istilah keris,di dalam kisah-kisah,kronik,ataupun epik-epik semacam Mahabharata maupun Ramayana versi India.Penggunaan kata keris,justru setelah kisah-kisah di dalam Mahabharata dan Ramayana diadaptasi atau disadur ke dalam versi Indonesia.Kisah-kisah Mahabharata dan Ramayana dipakai dalam dunia pewayangan,dimana para ksatrianya biasa memakai senjata berupa keris.Sehingga nama keris tertentu selalu identik dengan ksatria tertentu,seperti arjuna yang mempunyai keris bernama pulanggeni.Disamping itu di dalam relief-relief prasasti/piagam ataupun candi-candi di India tidak ada senjata yang mirip dengan keris.Relief-relief keris justru ditemukan di banyak candi di Indonesia,seperti di candi Borobudur,Prambanan,Penataran,maupun candi Sukuh.Dan penulisan istilah keris juga dipakai di dalam prasasti-prasasti di Indonesia,khususnya di Jawa,semisal prasasti Karang Tengah di daerah Magelang,Jawa Tengah pada abad 9.Karena banyaknya penemuan yang terdapat di Indonesia terutama di Jawa,dan yang paling ‘kuno’ ditemukan di Jawa,khususnya Jawa Tengah,yang biasa di dunia perkerisan disebut keris Buddha,atau tangguh kabudan.Akhirnya disimpulkan kalau keris itu awalnya berasal dari Jawa.

Selasa, 01 September 2009

KERIS

Menurut pakar perkerisan dari karaton Surakarta,Panembahan Hadiwidjaja Sang Maharsitama,keris berasal dari bahasa Sanskrit,kris yang berarti menghunus.Sedangkan menurut etimologis jawa atau jarwodhosok nya,keris berasal dari dua kata,sinengker dan aris,dimana sinengker artinya rahasia,disembunyikan,dan aris berarti bijaksana,hati-hati,itu semua mengandung maksud agar manusia yang mempunyai keris mempunyai sikap yang rendah hati,tidak suka menonjolkan diri,tidak sombong,yang dikiaskan dengan bahasa sinengker dan juga mempunyai sikap yang bijaksana,hati-hati,tidak sembrono,atau grusa-grusu.Keris juga mempunyai nama lain,seperti dhuwung dari dua kata udhu dan kuwung,dimana udhu berarti sumbangan,kontribusi sedang kuwung berarti kehormatan,kewibawaan jadi diharapkan keris memberikan kontribusi meningkatkan derajat,wibawa,dan kehormatan si pemiliknya.Ada lagi nama lain dari keris yaitu curiga,ini dari dua kata,curi dan raga,dimana curi berarti tajam,dan raga berarti fisik,benda,yang artinya benda tajam atau senjata tajam,yang dikiaskan agar si pemilik keris itu mendapatkan pikiran tajam,cerdas atau premana.Sinonim dari itu semua ada menyebut kadga,artinya senjata tajam juga.Atau ada yang menyebutkan siyunge Bathara Kala,karena menurut mitos,keris awalnya diciptakan dari siyung atau gigi taringnya Bathara(dewa) Kala,dewa raksasa pemakan manusia.Keris juga termasuk ke dalam kelompok tosan aji,yaitu kelompok senjata besi(tosan) yang aji(berharga),berharga disini keris bukan senjata tajam biasa,melainkan senjata yang dihormati,diagungkan,yang tidak boleh sembarangan digunakan.Ada lagi yang menyebut dengan istilah wangkingan,dari kata wangking yang berarti pinggang,yang mempunyai maksud bahwa keris sepantasnya atau biasa diletakkan di belakang(daerah pinggang).Disebut wangkingan keris itu harus berserta warangka(sarung) nya,sehingga bisa dipakai di belakang/pinggang.