Rabu, 12 Mei 2010


Drona



Begawan Drona di waktu mudanya dikenal dengan nama Bambang Kumbayana.Ia putera Begawan Baratwaja dari pertapaan Argajembangan,negeri Atasangin.Ketika menjelang dewasa,Bambang Kumbayana diusir ayahnya karena dianggap bertingkah kurang ajar,merendahkan martabat bidadari.Waktu itu Begawan Baratwaja menyuruh putranya itu agar segera menikah,tetapi Bambang Kumbayana menjawab,ia hanya mau kawin kalau istrinya seorang bidadari.Istri Bambang Kumbayana ternyata memang benar-benar seorang bidadari,yakni Dewi Wilutama atau Dewi Totilawati.Karena kesalahan yang diperbuatnya,Dewi Wilutama dikutuk menjadi seekor kuda betina dan harus menjalani hidup di dunia.Kutukan itu baru hilang,bila Wilutama telah melahirkan anak di dunia.

Kebetulan pada suatu hari Bambang Kumbayana yang sedang berkelana,perjalanannya terhalang oleh sebuah sungai besar.Karena tidak tahu lagi bagaimana caranya supaya dapat sampai ke seberang,tanpa pikir panjang dia berujar,kalau seandainya yang menolong dia menyeberangi sungai ini seorang laki-laki maka akan diangkat sebagai saudara,namun jika perempuan maka akan dijadikan istrinya.Begitu selesai Bambang Kumbayana mengucapkan kalimat itu,seekor kuda Sembrani,kuda bersayap,datang menjemputnya dan memberi isyarat agar Bambang Kumbayana naik ke punggungnya.Akhirnya Kumbayana diterbangkan kuda sembrani itu dan berhasil diterbangkan ke seberang sungai.Sesuai dengan janjinya,terpaksa Bambang Kumbayana mengawini kuda betina itu.Dari perkawinannya lahirlah seorang bayi bernama Aswatama.Setelah melahirkan anaknya,kuda sembrani itu berubah wujud seperti semula,menjadi bidadari cantik kembali.

Karena masa kutukannya sudah selesai,setelah menerangkan siapa dirinya yang sebenarnya,Dewi Wilutama mohon pamit pada Bambang Kumbayana untuk pergi kembali ke kahyangan.Sebelum terbang ke kahyangan Dewi Wilutama meninggalkan sebilah anak panah pusaka bernama Cundamanik,dengan pesan agar kelak setelah anaknya dewasa,panah pusaka itu diberikan kepadanya.Dan semenjak itulah,Bambang Kumbayana terpaksa mengasuh dan memelihara anaknya sampai dewasa,seorang diri,tanpa didampingi istrinya.Itulah sebabnya ia amat sayang pada anak tunggalnya ini.Dalam kitab Mahabarata,istri Bambang Kumbayana lain lagi.Istrinya adalah Dewi Krepi,saudara kembar Resi Krepa.Keduanya adalah putera-puteri Prabu Purungaji dari Kerajaan Timpuru.Ibu mereka seorang bidadari bernama Dewi Janapadi.

Suatu ketika,Bambang Kumbayana teringat akan seorang sahabatnya bernama Bambang Sucitra yang dulu pernah berguru pada Begawan Baratwaja,ayahnya.Ia mendengar kabar bahwa kini Sucitra telah diangkat menjadi raja di Cempalaradya menggantikan kedudukan mertuanya.Karena itu Bambang Kumbayana kemudian pergi ke negeri itu untuk menjumpai sahabatnya itu.Tatkala Bambang Kumbayana sampai di istana Cempala,Sang Raja sedang menerima para menterinya.Tanpa mengindahkan sopan-santun,Bambang Kumbayana langsung saja masuk ke balairung dan segera saja menegur sahabatnya itu.Kumbayana menyapa dengan nama kecil Raja Cempala itu,yang menurut adat istana,bahwa seorang raja yang telah dinobatkan dan sudah menggunakan nama gelar pantang dipanggil dengan nama kecilnya.

Melihat tamu yang tidak kenal sopan-santun itu,Patih Kerajaan Cempala,Gandamana,langsung bertindak.Tanpa banyak bicara,Bambang Kumbayana diseret keluar istana,dan sesampainya di halaman tamu itu dihajar habis-habisan.Bambang Kumbayana berusaha melawan tapi ia kalah sakti.Patih Gandamana yang menganggap kelakuan tamunya itu sebagai hinaan terhadap martabat raja dan Kerajaan Cempala bertindak tanpa ampun.Tangan Kumbayana dipatahkan,dan akibat hajarannya hidung Kumbayana jadi bengkok.Setelah tamu tak diundang itu cacat tubuhnya,barulah Patih Gandamana melepaskannya.Kini lenyap sudah ketampanan Bambang Kumbayana dan yang ada sekarang sosok tubuh yang penuh cacat.Setelah hidungnya bengkok,tangannya patah,dan tubuhnya bungkuk,Bambang Kumbayana lebih dikenal dengan nama Drona.Peristiwa ini menyebabkan Drona dendam kepada Sucitra yang kini telah bergelar Prabu Drupada.Sakit hatinya membekas karena Prabu Drupada pada peristiwa itu tidak sedikitpun berusaha mencegah penganiayaan yang terjadi atas dirinya.Ia bertekad suatu saat akan membalas penghinaan bekas sahabatnya itu.

Dalam keadaan babak belur itu,Bambang Kumbayana alias Drona ditolong sahabatnya,Resi Krepa.Bersama Dewi Krepi,adiknya,Resi Krepa merawat Bambang Kumbayana hingga sembuh.Dan setelah itu,Krepa juga mencarikan pekerjaan sebagai guru ilmu keprajuritan dan ilmu siasat perang di Kerajaan Astina,baik bagi keluarga Kurawa maupun Pandawa.Namun menurut kitab Mahabarata,hadirnya Drona di Kerajaan Astina sebagai mahaguru bukan atas jasa baik Resi Krepa,tetapi karena usahanya sendiri.Suatu ketika Pandawa dan Kurawa yang waktu itu masih kanak-kanak bermain bola di tanah lapang.Tiba-tiba bola itu melayang tinggi dan jatuh ke dalam sumur yang dalam.Para Kurawa menuduh Puntadewa lah yang melempar bola itu.Namun Puntadewa membantah,Pandawa yakin bahwa kakak sulungnya ini tidak pernah bohong,maka segera membela Puntadewa.Pertengkaran pun terjadi,lalu datanglah Drona melerai mereka.

Sesudah tahu yang menjadi penyebab pertengkaran,Drona lalu mengajari mereka cara mengambil bola dari dalam sumur.Drona mengambil segenggam rumput alang-alang dan membentuknya menjadi semacam anak panah.Satu persatu,anak panah yang terbuat dari batang rumput itu dilemparkan ke dalam sumur,tepat pada bolanya.Batang rumput berikutnya diarahkan ke rumput yang terdahulu,sehingga anak panah rumput itu menjadi semacam rantai,yang akhirnya dapat digunakan untuk menarik bola keluar dari sumur.Kemahiran yang luar biasa ini menarik perhatian Arjuna,yang langsung mengusulkan agar Drona bersedia menjadi guru mereka.Pendapat Arjuna disetujui oleh Resi Bisma yang berkenan mengangkat Resi Drona menjadi guru besar di Kerajaan Astina,dengan syarat ia hanya mengajar pada para pangeran,yaitu Kurawa dan Pandawa.Ia tidak boleh membagi ilmunya pada orang lain,selain keluarga kerajaan itu.Sebagai guru,ia berusaha menunaikan tugasnya dengan baik.Itulah sebabnya,Pandawa dan Kurawa menaruh hormat kepadanya.Dari semua muridnya yang paling disayangi adalah Arjuna.Kepada Arjuna inilah,seluruh ilmunya ditumpahkan.Begawan Drona juga berjanji pada Arjuna,tidak akan ada murid lain yang diberi seluruh ilmunya sehingga menyamai kemahiran dan ketrampilan memanah Arjuna.

Suatu saat Arjuna memprotes gurunya itu karena dianggapnya tidak menepati janji.Hal ini terjadi sewaktu Arjuna menyaksikan Bambang Ekalaya alias Palgunadi ternyata lebih mahir melepaskan anak panah dibandingkan dengan dirinya.Ekalaya sanggup melepaskan tujuh buah anak panah sekaligus,dan semuanya tepat mengenai sasaran.Kemampuan seperti itu belum dimiliki Arjuna.Resi Drona lalu menjumpai Ekalaya dan minta agar ksatria itu menyerahkan ibu jari tangan kanannya kepada Resi Drona,sebagai tanda bakti murid kepada gurunya.Karena rasa hormat pada Resi Drona yang dianggapnya sebagai gurunya,Ekalaya memotong ibu jari tangan kanannya dan menyerahkannya pada Drona.Padahal di jari itu melekat sebuah cincin sakti bernama Mustika Ampal,yang sudah ada semenjak lahir.Setelah kehilangan ibu jari tangan kanannya,Ekalaya tidak sanggup lagi melepaskan anak panah.Dan itu pula yang menyebabkan ia gugur sewaktu berperang tanding melawan Arjuna.Menjelang ajalnya,Ekalaya bertekad akan membalas Resi Drona kelak pada saat perang Baratayuda.Arwahnya akan menyusupi orang yang pernah berguru kepadanya dan Resi Drona akan tewas di tangan muridnya itu.Selain Bambang Ekalaya,Resi Drona juga mengecewakan Basukarna yang ingin berguru kepadanya.Karena Basukarna bukan putera Raja,permohonannya untuk diterima sebagai murid ditolak Resi Drona.Namun Basukarna tidak patah semangat,ia justru mendapatkan guru yang lebih unggul dari Resi Drona,yakni Maharesi Rama Bargawa.

Dalam pewayangan tokoh Drona perangainya tidak seburuk Patih Sengkuni,pribadinya cukup jujur,tapi dia tergolong tokoh pendendam dan kadang bertindak kurang adil.Resi Drona pernah menyalahgunakan kedudukannya sebagai mahaguru untuk kepentingan pribadinya.Suatu ketika,manakala ia menganggap bahwa ilmu keprajuritan yang diajarkan pada murid-muridnya telah cukup mahir,Resi Drona membawa mereka menyerbu ke Kerajaan Cempalaradya.Alasannya untuk melatih jiwa keperwiraan dan ketrampilan dalam ilmu olah senjata.Di bawah bimbingan Resi Drona yang mengatur siasat perang,Kurawa dan Pandawa yang saat itu masih remaja,dengan mudah memukul mundur bala tentara Cempalaradya,bahkan Arjuna berhasil menawan Prabu Drupada.Di hadapan murid-muridnya kemudian Begawan Drona menghina dan mempermalukan Prabu Drupada.Selain itu Drona juga menyita wilayah Sokalima yang semula merupakan bagian wilayah Kerajaan Cempala.Sejak itu,Sokalima dijadikan tempat kediaman Resi Drona.

Setelah membalas dendam dan sakit hatinya,Resi Drona mengira sudah tidak ada lagi persoalan antara dia dengan Prabu Drupada.Karena itulah,beberapa tahun kemudian dengan dukungan penuh dari para Kurawa,Resi Drona melamar puteri Prabu Drupada,yakni Dewi Drupadi.Mendengar adanya lamaran itu,Dewi Drupadi mengajukan syarat,dia bersedia menjadi istri Resi Drona asal saja Drona sanggup memenangkan debat melawan seekor burung bernama Peksi Dewata.Ternyata Drona kalah dan pulang ke Sokalima dengan menanggung malu.Dalam lakon Mbangun Taman Maerakaca,Prabu Drupada mengumumkan sayembara,barangsiapa sanggup membangun kembali taman Maerakaca yang rusak poranda dalam waktu semalam,akan dinikahkan dengan Dewi Srikandi.Resi Drona pun termasuk salah satu peserta sayembara tetapi gagal juga.Yang memenangkan sayembara itu adalah Arjuna.

Dalam lakon alap-alapan Dewi Rukmini,Drona juga pernah melamar Dewi Rukmini,putri Prabu Bismaka dari Kerajaan Kumbina.Sebenarnya lamaran itu diterima oleh Prabu Bismaka,tetapi menjelang hari pernikahan calon pengantin putri malah kabur dari keputren.Pada mulanya yang dituduh melarikan Dewi Rukmini itu adalah Arjuna.Karena Arjuna tidak mengaku,Prabu Bismaka menunjuk Arjuna untuk mencari Dewi Rukmini sampai ketemu dan membawa kembali pulang.Ternyata yang sebenarnya menculik Dewi Rukmini adalah Narayana alias Kresna.Dewi Rukmini pada akhirnya menjadi istri Prabu Kresna dan Resi Drona gagal kawin lagi.

Sebagai orang yang sarat dengan ilmu keprajuritan,Resi Drona memilki beberapa senjata pusaka,antara lain pedang Sokayana dan anak panah Cundamanik.Tetapi pada akhirnya anak panah Cundamanik menjadi milik Arjuna.Selama lima hari menjadi senapati di pihak Kurawa dalam perang Baratayuda,Resi Drona banyak membunuh lawan di pihak Pandawa.Yang gugur di tangan Resi Drona adalah Prabu Matswapati,raja Wirata;Prabu Drupada,raja Cempala;Utara,putera Prabu Matswapati;Brantalaras dan Wilugangga,anak Arjuna.Bahkan gugurnya Abimanyu,putra kesayangan Arjuna juga akibat kecerdikan Resi Drona.

Hari itu Kurawa menggunakan gelar perang Dirada Meta(gajah mengamuk),sedang pihak Pandawa yang dipimpin Abimanyu menggunakan gelar perang Sapit Urang.Pada waktu Abimanyu mengamuk karena kematian Brantalaras dan Wilugangga sehingga banyak korban di pihak Kurawa.Drona mengubah gelar perangnya dengan tujuan agar Abimanyu masuk perangkap,mula-mula gelar perang itu diubah menjadi roda berputar.Dan setelah Abimanyu masuk perangkap dalam barisan Kurawa yang mengepungnya,gelar perang diubah lagi menjadi Sapit Urang untuk menghalangi Pandawa yang mencoba menolongnya.Dalam situasi terperangkap itulah Abimanyu akhirnya gugur di tangan Jayadrata.

Kematian Drona ini berkat siasat dan akal Prabu Kresna.Raja Dwarawati itu menyuruh Bima membunuh seekor gajah yang kebetulan bernama Aswatama,serupa dengan nama anak tunggal Drona.Setelah gajah itu mati,seperti yang disiasatkan Prabu Kresna,Bima lalu berteriak lantang bahwa Aswatama telah mati.Teriakan ini diteruskan secara beranting oleh para prajurit Pandawa,sehingga dengan cepat berita itu menyebar ke seluruh arena pertempuran.Akhirnya berita itu sampai juga ke telinga Drona.Resi Drona tidak yakin akan kebenaran berita itu.Karenanya kepada setiap orang yang dijumpainya ia bertanya,benarkah Aswatama telah mati.Walaupun setiap orang membenarkan berita itu,Drona masih juga belum yakin.Karena itu ia lalu mendatangi Prabu Puntadewa,orang yang dikenalnya sangat jujur,tidak akan berbohong seumur hidupnya.Prabu Puntadewa yang sebelumnya dipesan oleh Kresna menjawab memang benar Aswatama telah mati.Mendengar jawaban itu seketika Resi Drona tertegun.Ia berdiri saja,tidak bergerak,seolah hilang kesadarannya.Berita kematian anak tunggalnya yang diasuhnya sejak bayi,benar-benar merupakan pukulan batin yang sangat hebat baginya.Dalam keadaan seperti itu arwah Bambang Ekalaya menyusup ke tubuh Drestajumena,yang langsung mengangkat pedangnya menebas leher Drona.

Meskipun perbuatan Drestajumena itu didasari juga rasa dendam karena Drona sebelumnya telah membunuh Prabu Drupada,ayahnya,tetapi para Pandawa terutama Arjuna dan Setyaki amat marah.Perbuatan Drestajumena dinilai sudah melewati batas.Kejadian ini hampir menyebabkan perkelahian antara Drestajumena dengan Setyaki,yang menganggap perbuatan Drestajumena itu tidak ksatria dan hanya membuat malu keluarga Pandawa.Untunglah perkelahian itu segera dapat dilerai oleh Prabu Kresna.Menurut Kresna,perbuatan Drestajumena itu selain disebabkan dendam yang meluap juga karena disusupi arwah Ekalaya.Kematian Drona juga sesuai kutukan Ekalaya yang menyebutkan bahwa dalam perang Baratayuda,Drona akan mati dibunuh oleh orang yang pernah berguru kepadanya.Drestajumena pernah berguru pada Resi Drona,walaupun Drona sudah tahu bahwa kelak ia akan mati di tangan Drestajumena,Drona menerima sebagai muridnya dengan ikhlas.Sebagai seorang guru,Drona tidak memikirkan bahwa Drestajumena adalah anak musuhnya yang kelak akan berbahaya bagi jiwanya.Suatu ciri khas Guru Sejati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar