Selasa, 11 Mei 2010


Drestarastra



Prabu Drestarastra adalah putera sulung Prabu Krisnadwipayana atau Abiyasa,raja Astina yang lahir dari rahim Dewi Ambika.Ia mempunyai dua orang adik yaitu Prabu Pandu Dewanata yang lahir dari Dewi Ambalika dan Yama Widura yang lahir dari dayang Drati.

Drestarastra buta semenjak lahir,ini akibat ulah ibunya yang sebenarnya tidak mencintai suaminya,Abiyasa.Dewi Ambika merasa jijik pada saat menunaikan kewajibannya sebagai istri,karena wajah Abiyasa buruk dan kasar kulitnya.Karena itulah ia selalu memejamkan mata bila melayani suaminya.Karena perbuatan itulah,Dewi Ambika kelak melahirkan anak yang tuna netra.Cacat yang diderita Drestarastra,mau tidak mau,harus diterimanya sebagai kenyataan.Ia pun harus menerima kenyataan bahwa ayahnya,Abiyasa mengangkat adiknya,Pandu Dewanata,sebagai pewaris tahta Astina,bukan dia.

Drestarastra kawin dengan Dewi Gendari,kakak Harya Suman alias Sengkuni dari Kerajaan Plasajenar.Perkawinan ini pun tidak menyenangkan hati Dewi Gendari maupun Harya Suman,karena sebenarnya kedua orang itu mulanya berharap Dewi Gendari akan dapat menjadi istri Pandu Dewanata.Ini terjadi karena pada waktu itu,Pandu Dewanata mempersilakan kakaknya memilih satu diantara tiga calon istrinya.Ketiga wanita itu adalah Dewi Kunti dari Kerajaan Mandura,Dewi Madrim dari Kerajaan Mandaraka,dan Dewi Gendari dari Kerajaan Plasajenar.Atas petunjuk Harya Suman,sebelum Drestarastra melaksanakan pilihannya,Dewi Gendari melumuri tubuhnya dengan rendaman ikan busuk.Menurut perhitungan Harya Suman karena Drestarastra buta,ia tidak bisa melihat kecantikan seorang wanita.Maka jika tubuh Dewi Gendari berbau busuk dan anyir tentu tidak akan terpilih.Namun perhitungan Harya Suman itu tidak berhasil seperti yang diharapkan.Tepat pada saat akan melaksanakan pilihannya,badan atau jasmani Drestarastra disusupi arwah seekor naga laut bernama Taksaka.Hal ini menyebabkan selera Drestarastra berubah,bau anyir dan busuk dianggapnya sebagai sesuatu yang harum dan menggairahkan.Karenanya tanpa ragu,saat itu juga Drestarastra langsung menjatuhkan pilihannya pada Dewi Gendari.Karena kecewa mendapat suami buta sekaligus menunjukkan rasa setia kawannya,sejak perkawinannya dengan Drestarastra,Dewi Gendari selalu menutup kedua matanya dengan kain pada siang hari.

Namun ternyata Prabu Pandu Dewanata tidak berumur panjang,waktu itu para Pandawa masih kecil semua.Maka untuk menjalankan pemerintah di Astina,Drestarastra pun naik tahta menggantikan adiknya sebagai wali para Pandawa.Rencananya kelak jika Puntadewa,anak sulung Pandu Dewanata,telah dewasa,tahta kerajaan akan diserahkan kembali kepadanya.Namun setelah menjadi raja,ternyata Drestarastra terlalu banyak mendengar bujukan istri dan anak-anaknya serta hasutan Sengkuni.Prabu Drestarastra tidak mengambil tindakan apa-apa ketika para Kurawa atas saran Patih Sengkuni membakar Bale Sigala-gala untuk membunuh para Pandawa dan Dewi Kunti.Dan ketika para Kurawa dan Sengkuni menipu Pandawa melalui permainan judi dadu,sehingga Pandawa kehilangan Kerajaan Amarta dan harus hidup selama 12 tahun di hutan.Demikian pula sewaktu Dewi Drupadi,istri Puntadewa dihina dan dipermalukan secara aniaya di depan umum oleh Dursasana,Prabu Drestarastra juga tidak banyak berbuat untuk mencegahnya.

Selama Prabu Drestarastra menjadi raja di Astina,sebenarnya yang menjalankan pemerintahan sehari-hari adalah anak sulungnya,Duryudana,dibantu Patih Sengkuni.Atas bujukan istrinya dan Sengkuni,Prabu Drestarastra mengangkat Duryudana sebagai raja muda bergelar,Prabu Anom Kurupati,atau Prabu Anom Suyudana.Karena Prabu Drestarastra selalu kalah pengaruh dibanding anak sulungnya,perdamaian antara Kurawa dengan Pandawa tidak dapat lagi dilakukan maka pecahlah perang Baratayuda.Usaha Prabu Kresna sebagai duta perdamaian dari pihak Pandawa tidak berhasil meminta kembali wilayah Kerajaan Amarta dan separoh Kerajaan Astina.Beberapa saat menjelang perang Baratayuda,Abiyasa atas ijin para dewa,menawarkan pada Drestarastra kemampuan untuk melihat jalannya perang tanpa harus pergi ke tegal Kurusetra,walaupun ia buta.Begawan Abiyasa sebenarnya ingin agar Drestarastra dapat melihat sendiri akibat perbuatannya selama ini,membiarkan para Kurawa melakukan tindakan angkara murka.Namun tawaran itu ditolaknya,karena ia merasa tidak sanggup menyaksikan pertempuran hidup mati antara anak dan keponakannya.Drestarastra minta agar anugerah itu diberikan pada Sanjaya,anak bungsu Yama Widura,yang selama ini menjadi pengiring dan pemandunya.

Dalam perang besar itu hampir seluruh putra Drestarastra yang seratus orang itu tewas,Kurawa kalah.Hal ini membuat Drestarastra amat sedih,masgul,menyesal sekaligus marah dan dendam pada para Pandawa.Rasa dendam ini terutama ditujukan pada Bima,yang dianggapnya berlaku keji terhadap Dursasana.Sesudah membunuh Dursasana,Bima merobek dada musuhnya itu dan menghirup darahnya untuk digunakan keramas rambut Dewi Drupadi.Drestarastra juga menganggap Bima curang sewaktu bertanding dengan anak sulungnya dalam pertempuran hari terakhir Baratayuda,menggada paha kiri Duryudana,sehingga akhirnya Duryudana tewas.Karena itu sewaktu Prabu Kresna mengantar para Pandawa menghadap kepadanya di istana,setelah perang Baratayuda,Drestarastra berusaha mencelakakan dan membunuh Bima.Drestarastra memiliki kesaktian dahsyat pada ujung jari kanannya,jika ilmu itu digunakan apapun yang disentuhnya seketika akan hancur lumat menjadi abu,ajian itu disebut Lebur Saketi.Ketika itu pada saat Bima datang mendekat hendak menyampaikan sembah hormat,jangkauan jari tangannya hampir saja menghancurkan Bima.Namun Prabu Kresna yang berdiri di belakang Bima,berhasil menyelamatkan jiwa Bima dengan cara mendorong tubuh Bima ke samping,sehingga jari tangan kanan Drestarastra hanya menyentuh sebuah arca batu.Seketika itu arca batu pun luluh lantak menjadi abu.Ketika tahu bahwa usahanya membunuh Bima gagal,Drestarastra menangis,ia merasa menyesal dan sadar bahwa tindakannya itu hanya karena terbawa rasa dendam.

Beberapa tahun sesudah Baratayuda usai,barulah Drestarastra menyerahkan tahta Kerajaan Astina kepada Puntadewa.Sesudah itu,diiringi oleh Dewi Gendari,dan iparnya,Dewi Kunti serta adik bungsunya,Yama Widura,Drestarastra meninggalkan istana pergi ke gunung.Mereka masuk ke hutan dan hidup sederhana,menunggu waktu sampai ajal datang menjemput.Namun belum lama mereka berada di sana,terjadi kebakaran hutan yang menewaskan mereka berempat.Namun ada juga versi lain tentang kematian Drestarastra,yaitu ketika Prabu Kresna menjadi duta para Pandawa dijebak dan dikeroyok para Kurawa,kemudian Kresna marah dan triwikrama menjadi raksasa sangat besar,demikian besarnya sampai merobohkan dinding istana Astina,Drestarastra dan Dewi Gendari jatuh dan tertimpa puing-puing dinding yang runtuh.Sementara itu keseratus orang Kurawa yang ketakutan,berlarian menyelamatkan diri,menginjak-injak puing-puing dinding yang runtuh itu,sehingga menewaskan Drestarastra dan Dewi Gendari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar