Rabu, 19 Mei 2010


Duryudana



Prabu Anom Duryudana adalah sulung keluarga Kurawa,putera Prabu Drestarastra dengan ibunya,Dewi Gendari.Duryudana sebenarnya hanya berkedudukan sebagai putera mahkota,namun ia selalu dapat mendesakkan kemauannya pada ayahnya sehingga praktis dia lah yang sebenarnya berkuasa di Astina.Duryudana mempunyai 99 saudara kandung yang sebenarnya lahir berbarengan.Tetapi karena tubuhnya yang paling besar,ia dianggap sebagai anak sulung.Setelah dewasa,ia diangkat sebagai putera mahkota atas usul ibunya,Dewi Gendari.Sebenarnya pengangkatan ini tidak sah karena ketika menjadi raja,Prabu Drestarastra hanya berkedudukan sebagai wali para Pandawa.Sejak menjadi putera mahkota itu ia disebut Prabu Anom Duryudana atau Kurupati.Dalam menjalankan pemerintahan,Duryudana banyak dipengaruhi oleh Patih Sengkuni,yang masih pamannya sendiri dari pihak ibu.

Berkali-kali Duryudana berusaha mencelakakan para Pandawa atas hasutan Patih Sengkuni.Diantaranya sewaktu Duryudana dan adik-adiknya meracuni Bima dan kemudian membuangnya ke sumur Jalatunda yang penuh dengan ular berbisa.Juga ketika pembakaran Bale Sigala-gala tempat Dewi Kunti dan Pandawa menginap atas suruhan Duryudana.Suatu saat ketika para Pandawa sedang menjalani masa pembuangan selama 12 tahun di Hutan Kamiyaka,Duryudana atas hasutan Patih Sengkuni menyuruh para Kurawa mengadakan pesta besar di dekat gubuk yang didiami para Pandawa.Maksudnya agar kemeriahan pesta dan bau masakan yang enak-enak dapat disaksikan para Pandawa,sehingga membuat Pandawa menjadi semakin sedih dan merana.Namun yang terjadi tidak seperti yang diharapkan,para raksasa gandarwa penghuni Hutan Kamiyaka merasa terganggu dengan pesta kemeriahan itu.Para gandarwa kemudian menyerang para Kurawa dan menawan Duryudana.Jayadrata mengambil inisiatif meminta bantuan para Pandawa,Bima dan Arjuna akhirnya berhasil mengalahkan para gandarwa itu dan membebaskan Duryudana.Peristiwa ini amat memalukan Duryudana dan menambah sakit hatinya pada para Pandawa.

Walaupun Duryudana bersifat serakah,selalu ingin menang sendiri,dan tega terhadap saudara sepupunya sendiri,yaitu para Pandawa,tetapi dalam kehidupan rumah tangganya ia selalu mengalah pada istrinya,Dewi Banowati.Putri ketiga Prabu Salya yang cantik dan manja ini merupakan satu-satunya permaisurinya.Dari Dewi Banowati,Duryudana mendapat dua orang anak.Yang sulung laki-laki diberi nama Lesmana Mandrakumara,yang mempunyai tanda-tanda cacat mental sehingga dalam pewayangan menjadi bahan olok-olok.Sedangkan yang bungsu perempuan yang lahir cantik diberi nama Dewi Lesmanawati.Perkawinannya dengan Dewi Banowati sebenarnya bukan perkawinan yang bahagia,karena Banowati secara terang-terangan memperlihatkan sikap bahwa ia mencintai Arjuna.Sikap Banowati ini sebenarnya membuat kesal para Kurawa lainnya terutama Aswatama dan Kartamarma.Tetapi Duryudana tidak dapat berbuat apa-apa karena selain sangat mencintai istrinya,sebenarnya Duryudana pun mengharapkan bantuan mertuanya,Prabu Salya,kelak apabila Baratayuda pecah.

Sebenarnya usaha Duryudana untuk menjadi menantu Prabu Salya sudah dimulai sebelum ia memperistri Banowati.Beberapa tahun sebelumnya,ketika Dewi Erawati diculik Kartawiyoga,dan kemudian Prabu Salya mengumumkan sayembara,barangsiapa berhasil menemukan dan menyelamatkan Dewi Erawati,akan dinikahkan dengan puteri sulung Prabu Salya itu.Duryudana mengutus para Kurawa untuk ikut mencarinya.Pencarian itu dipimpin oleh Patih Sengkuni,namun ternyata yang berhasil menemukan Dewi Erawati adalah Wasi Jaladara atau Baladewa,yang dibantu Arjuna.Ini merupakan kekecewaan pertama Duryudana dalam kehidupan cintanya.

Duryudana kemudian mencoba melamar adik Dewi Erawati,yang bernama Dewi Surtikanti.Lamaran itu diterima,tetapi menjelang pernikahan Dewi Surtikanti dilarikan oleh Basukarna.Ini terjadi sesudah Basukarna berhasil membunuh Prabu Karnamandra,dan menjadi raja di Awangga.Kemarahan Prabu Salya dapat diredakan oleh Arjuna,dan bahkan membantunya hingga pernikahan Adipati Karna dengan Dewi Surtikanti dapat terlaksana.Sebenarnya Duryudana waktu itu amat marah dan merasa diremehkan oleh Karna,orang yang telah diangkat derajatnya.Namun Duryudana juga sadar bahwa Karna adalah ksatria sakti yang amat diharapkan bantuannya bila pecah Baratayuda.Karena itu Duryudana kemudian mengalihkan lamarannya pada Dewi Banowati,adik Surtikanti.Kali ini usahanya berhasil.

Seperti juga para Pandawa,Duryudana dan para Kurawa lainnya berguru pada Begawan Drona dan Resi Krepa.Selain itu dalam ilmu perkelahian dengan gada ia berguru pada Prabu Baladewa.Dibandingkan adik-adiknya,Duryudana paling sakti.Hampir seluruh tubuhnya kebal terhadap senjata,karena ia pernah mandi dengan Lenga Tala,sejenis minyak sakti yang membuat bagian badan seseorang menjadi kebal.Hanya bagian paha kiri Duryudana saja yang tidak kebal karena tidak terlumuri minyak Tala.

Bagaimanapun Duryudana adalah seorang yang punya bakat kepemimpinan.Kecepatan bertindak dan mengambil keputusan,tercermin dalam diri Duryudana waktu secara spontan mengangkat Karna yang semula hanya dikenal sebagai anak kusir Adirata,menjadi adipati di Kadipaten Awangga.Tindakannya ini membuat Karna merasa amat berhutang budi pada para Kurawa,terutama Duryudana.Setelah itu Karna bertekad untuk selalu berusaha membalas budi.Peristiwa ini terjadi manakala Arjuna dengan congkak menolak bertanding dengan Karna,yang dianggapnya tidak sederajat dengan dirinya yang seorang pangeran.

Sebagai ahli politik,Duryudana tergolong lihai,terutama dalam menggalang kekuatan bagi Kurawa.Ia sukses dalam menggalang kekompakan di antara seratus orang saudaranya.Ia pun pandai mencari sekutu dalam mempersiapkan diri menghadapi perang Baratayuda.Adipati Karna tidak hanya diangkat sebagai adipati di Awangga,Duryudana juga menikahkan anaknya Dewi Lesmanawati dengan anak Adipati Karna,yang bernama Warsakusuma untuk memperat hubungan kekeluargaan.Ia juga menarik Jayadrata untuk memihak pada para Kurawa dengan menikahkan dengan adiknya,Dewi Dursilawati.Pernikahannya dengan Dewi Banowati juga memaksa Prabu Salya berpihak pada para Kurawa dalam Baratayuda.

Duryudana akhirnya tewas di tangan Bima pada hari ke-18,hari terakhir Baratayuda.Kedua orang itu sama-sama bertubuh tinggi besar,sama-sama ahli dalam perkelahian dengan gada,karena sama-sama murid Baladewa.Menurut pewayangan kalahnya Duryudana dalam perang tanding yang amat menentukan itu,disebabkan karena kutukan Begawan Maetreya.Beberapa hari menjelang Baratayuda,Begawan Maetreya datang menghadap Duryudana dan mengusulkan agar Penguasa Astina itu menghindari pecahnya perang.Diusulkan agar para Kurawa meluluskan semua tuntutan para Pandawa,demi keselamatan rakyat Astina,dan demi kebaikan semua pihak.Nasihat pertapa sakti itu bukan hanya tidak dihiraukan,tetapi juga diremehkan.Sambil menepuk-nepuk paha kirinya,Prabu Anom Duryudana membuang muka dia berkata kalau seharusnya seorang brahmana itu hanya memberikan saran dan nasihat kalau diminta oleh rajanya,kalau tidak,sebaiknya brahmana itu diam saja dan tidak usah mencampuri urusan raja.

Karena diperlakukan seperti itu Begawan Maetreya menjadi gusar,lalu mengutuknya jika saran dan nasihat darinya yang dilandasi niat baik tetapi Duryudana hanya menutup telinga dan juga pintu hati,malahan dengan kurang ajar sambil menepuk-nepuk paha kirinya,maka paha kiri Duryudana itulah yang akan membawa kesialan bagi Duryudana sendiri kelak saat Baratayuda nantinya.Kutukan Begawan Maetreya itu terbukti.Dalam Baratayuda paha kiri Duryudana remuk terkena hantaman gada Bima dan itu menyebabkan Duryudana kalah dan kemudian tewas.Sebelumnya Duryudana berusaha mengalahkan Bima dengan menghantam paha kiri ksatria Pandawa itu,tetapi tidak mempan karena paha kiri Bima bersemayam arwah Kumbakarna.

Di hari terakhir Baratayuda,setelah paha kirinya terhantam gada Rujakpolo oleh Bima,dengan terpincang-pincang Duryudana lari meninggalkan tempat laga.Si sulung dari keluarga Kurawa itu lalu terjun ke laut dan menyelam.Di dasar laut,penguasa Astina bertemu dengan Sang Hyang Rekatama,mertua Sang Hyang Tunggal.Kepada dewa berujud kepiting itu Duryudana mengatakan bahwa ia melarikan diri dari gelanggang karena gada yang digunakannya sudah lenyap.Mendengar alasan itu,Sang Hyang Rekatama lalu memberinya sebuah gada pusaka bernama Kyai Inten.

Dengan membawa gada Kyai Inten itu semangat Duryudana bangkit kembali.Ia muncul kembali ke medan perang dan menantang Bima.Perkelahian pun berlanjut,namun perang tanding itu tidak seimbang.Gada Kyai Inten hanya ampuh jika digunakan di lautan.Tetapi dalam perang tanding di darat Kyai Inten selalu menyusut besarnya bilamana berbenturan dengan gada lawan.Dengan demikian dalam perang tanding itu,makin lama Duryudana makin kewalahan menghadapi Bima dengan gada Rujak Polonya.Akhirnya Duryudana tewas,dan perang Baratayuda berakhir.Nama lain Duryudana adalah Kurupati,Jaka Pitana,Tri Mamangsah,Suyudana,Astinendra,Destrarastraputra,Gendariputra dan Gandareya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar