Sabtu, 05 September 2009

evolusi keris jilid 2


Namun baru-baru ini diketemukan keris dengan tangguh/perkiraan tahun yang lebih tua dari keris kabudan,yang ditemukan di muara sungai Bengawan Solo,di daerah Porong,Sidoarjo pada waktu terjadi musibah lumpur Lapindo Brantas,oleh ahli perkerisan dinamakan keris tangguh Purwacarita,diperkirakan berasal dari Kerajaan Mataram Hindu/Medang,yaitu abad 8 M.Keris ini ternyata berluk,luk(lekukan) berjumlah lima,masing-masing berdhapur(bentuk) Pandhawa Prasaja berpamor keleng(tanpa pamor) dan Pandhawa Lare’brawuk’berpamor adeg telu(adeg tiga).Pada keris Pandhawa Prasaja tampak besi kelengnya sangat lentur,liat,namun keras.Bentuk ganja(alas keris)nya wilut,menandakan kalau ganja wilut sudah ada sebelum jaman Majapahit,bahan methuk(cincin keris)nya dari bahan perunggu yang nyaris sempurna.Sedangkan yang bentuk/dhapur Pandhawa Lare,nampak pamor adeg/berdiri,berupa garis-garis membujur sejajar bilah,yang teknik pembuatannya jelas lebih sulit,teknik ini dikenal dengan teknik miring.Ini menandakan teknologi peleburan,penempaan,dan pelipatan besi berkualitas sudah dimiliki oleh nenek moyang kita jauh sebelum era Majapahit.Benarkah hal demikian? Ini menjadi pertanyaan besar juga,apakah nenek moyang kita benar-benar telah menemukan sendiri teknik tempa lipat besi yang sudah sedemikian majunya tidak kalah dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu maju,seperti India dan China? Ataukah telah terjadi transfer of knowledge and technology dari bangsa-bangsa lain tersebut? Mengingat bangsa India dan China telah lebih dahulu maju peradabannya dibanding bangsa kita.Bangsa India telah lebih dahulu kontak/berhubungan dengan bangsa kita sejak abad I SM,melalui para pedagang,ksatria dan brahmana.Para pedagang itu menjual dengan sistem barter,yaitu saling tukar menukar barang dengan taksiran harga yang sama.Barang-barang yang diperjualbelikan seperti kamper,kapur,cendana,gaharu,emas,perak,rempah-rempah,sarang burung,hewan ternak,bahan-bahan tekstil,barang kerajinan dari tembaga,perunggu dan besi.Barang-barang kerajinan ini,berupa patung-patung,manik-manik,kalung,gelang,pisau,pedang,alat-alat pertukangan dan lain-lain.Jadi kemungkinannya adalah kebanyakan nenek moyang kita menjual bahan-bahan mentah karena tanah air kita memang kaya akan hasil buminya,dan kita membeli barang-barang setengah jadi atau barang jadi karena merekalah yang memiliki teknologi pengolahannya.Negeri kita memang sudah terkenal sejak jaman dahulu sebagai negeri yang subur makmur,kaya akan sumber daya alam,seperti pulau Sumatera terkenal dengan julukan Suwarnadwipa yang artinya pulau emas,dan pulau Jawa terkenal dengan Jawadwipa yang artinya pulau biji-bijian.Dengan perantaraan perdagangan,kita menjadi saling mengenal kebudayaan antar bangsa,disamping itu juga mempelajari teknologi mereka,termasuk dalam hal ini teknik tempa lipat besi.Para empu/pengrajin kita ini entah mendapatkan pengetahuan teknik tempa dengan mempelajari langsung dari para pengrajin/empu mereka,ataukah secara otodidak diam-diam dipelajari dan dipraktekkannya sendiri.Tidak adanya bukti-bukti transkripsi(tertulis) yang jelas bahwa para empu kita telah mentransfer teknologi dari mereka,membuat kita susah memastikannya.Teori yang lain mengatakan kerajaan-kerajaan yang pertama di Indonesia yang beragama Hindu itu karena adanya pengaruh dari India,yang dibawa oleh para brahmana.Para brahmana ini mengajarkan pada penduduk lokal Nusantara mengenai ajaran-ajaran agama Hindu-Buddha,hukum,tata tertib administrasi,tulisan/aksara,dan syarat-syarat pendirian suatu negara menurut ajaran Hindu.Sehingga timbulah kerajaan-kerajaan awal di Nusantara seperti Kutei dan Tarumanegara.Nama-nama rajanya pun mengadopsi nama raja-raja Hindu di India,dengan akhiran warman,Mulawarman,raja Kutei dan Purnawarman,raja Tarumanegara.Ajaran Hindu yang berkembang di Nusantara ini ada dua aliran,yaitu penganut Shiwa dan Wisnu.Namun demikian,tidak seutuhnya ajaran para brahmana ini diterapkan di Nusantara,melainkan dimodifikasi/dikombinasikan dengan ajaran lokal/nenek moyang,sehingga terbentuklah suatu budaya/kearifan lokal yang berbeda dengan induknya di India.Hal ini bisa dilihat dari bentuk-bentuk bangunan suci/candi yang berbeda dengan yang di India.Sistem pemerintahannya pun tidak seluruhnya mengadopsi sistem pemerintahaan Hindu di India.Sistem pemerintahaan di kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Nusantara lebih bersifat egaliter dan desentralisasi.Ini mencerminkan sifat/watak khas nenek moyang kita(bangsa Austronesia),dimana lebih mengutamakan sistem kekerabatan.Pengenalan aksara/tulisan juga dari para brahmana,yang bisa kita lihat dari tulisan-tulisan di prasasti/piagam yang menggunakan aksara/huruf Pallawa,huruf yang digunakan oleh kerajaan Pallawa di India Selatan.Dalam perkembangannya huruf/aksara Pallawa ini nantinya menjadi turunan huruf-huruf Jawa,Sunda,dan Bugis.Disamping huruf,juga diperkenalkan tahun Saka,tahun yang pertama dipakai oleh Raja Kanishka di kerajaan Kushan,India Utara.Tahun Saka ini bersesuaian dengan tahun 78 Masehi,yang dipakai hampir di semua kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Nusantara jaman dahulu,dan masih dipakai sebagai kalender nasional di India dan juga bagi para penganut Hindu-Buddha di Indonesia hingga sekarang.Para ksatria dari India pun diduga juga ada yang melarikan diri dari negerinya di India karena peperangan atau keinginan untuk memperoleh kekayaan dan kejayaan di bumi Nusantara.Mereka ada yang mengabdi pada para raja lokal sebagai tentara bayaran atau ada yang diambil menjadi menantu raja.Kisah Sang Aji Saka yang membantu membunuh seorang raja raksasa yang selalu meminta korban manusia di Jawa,yang juga mengajarkan huruf-huruf Jawa,hanacaraka,mengisyaratkan kemungkinan kebudayaan India ditularkan juga oleh para ksatrianya.Kebudayaan India ini nantinya mempengaruhi dalam ricikan(ornamen) keris.Kembali ke bentuk keris yang paling awal atau disebut dengan prototype keris,para ahli agaknya belum sepakat tentang hal ini.Jika memang keris awal itu berupa keris sajen,karena dimungkinkan sebab upacara-upacara keagamaan selalu disertai berbagai macam sesajian,termasuk keris,yang terkenal adalah upacara sradha.Sradha dalam bahasa Sanskrit,artinya percaya.Dalam ajaran Hindu,ada lima sradha(kepercayaan) yang menjadi dasar ajarannya,yaitu brahman,atman,karmaphala,samsara,dan moksha.Namun di Bali,upacara sradha biasa disebut ngaben,yaitu upacara pembakaran jenazah untuk pembebasan jiwa orang yang meninggal ke alam nirwana(moksha),sehingga keris sajen dirancang khusus untuk upacara kematian,maka tidak heran jika bentuk arca pada hulu keris sikapnya berdiri menunduk,suatu gambaran tentang kematian.Keris sajen jika dilihat secara detail,berupa keris berbilah pendek sampai panjangnya hampir 50 cm,bisa lurus atau berluk,bentuknya sederhana,terkesan primitif,berpamor sanak,kadang ada yang pamor adeg,dan bertangkai menyatu dengan bilahnya,atau disebut keris deder iras.Deder(handdle) nya biasanya berbentuk stilasi wujud manusia dalam posisi menunduk.Oleh seorang peneliti dari Belanda,dikatakan sebagai keris Majapahit,padahal secara kualitas keris-keris tangguh Majapahit jauh lebih unggul dibanding keris-keris sajen ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar